Cerita Iya, Warga Purwakarta Penghuni Gubuk Kumuh

Selama belasan tahun Iya tinggal di gubuk reot kumuh di Kampung Sumba Bongas RT 056 RW 004 Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Purwakarta

“Waalaikumsalam, ada keperluan apa,” ujar seorang pria paruh baya menyambut rombongan media ini yang berkunjung ke rumahnya, Selasa 1 September 2020.

Pria yang terlihat tak lagi muda ini, bernama lengkap Iya Ruhiya. Usianya kini sudah 64 tahun. Semula dirinya bekerja sebagai kuli bangunan.

Semenjak kecelakaan kerja di hari itu, ia tak lagi bisa bekerja. Luka di pundaknya yang tak kunjung sembuh, membuat lelaki kelahiran Purwakarta 12 April 1956 tak bisa mengangkat beban terlalu berat. Dari sinilah cerita pahit itu, dimulai.

DICKY ZULKIFLY
PURWAKARTA


Dengan tubuh yang kesakitan, pria itu keluar dari gubuk kumuh yang ia tempati. Berjalan tertatih-tatih, dan menghampiri rombongan pemuda yang sebagian terlihat asing di matanya.

Ia pun mempersilakan semua yang datang untuk duduk. “Mohon maaf tempatnya kumuh,” kata dia.

Para pemuda yang hadir pun balik menimpali. “Tak apa, kita datang ingin mengobrol dengan bapak,” kata salah seorang pemuda yang datang bersama awak media ini.

Mulanya, awak media ini diajak teman yang memang tinggal di tempat tak jauh dari gubuk yang ditinggali seorang diri oleh pria paruh baya. Awak media ini, diajak untuk melihat realitas sebenarnya di lingkungan sekitar.

“Ikut dengan saya, kamu harus lihat ini,” kata seorang teman bernama R Faturahman Kusumah.

Fatur menceritakan, jika di dekat ia tinggal ada seorang lelaki hidup menyendiri. Dalam sebuah gubuk reot. Tidak memiliki pekerjaan, dan makan seadanya.

Tidak ada air bersih. Fasilitas mandi cuci kakus, terbuat dari karung dan terpal bekas. Di benak terbayang, tempatnya pasti kumuh sekali.

Baca Juga  Bupati Purwakarta Dinasihati Kakek Pedagang Buah
Selama belasan tahun Iya tinggal di gubuk reot kumuh di Kampung Sumba Bongas RT 056 RW 004 Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Purwakarta
Fasilitas mandi cuci kakus milik Iya, terbuat dari karung dan terpal bekas.

Setibanya di lokasi tepatnya Kampung Sumba Bongas RT 056 RW 004 Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Purwakarta, semua yang diceritakan Fatur, benar adanya.

Semua yang ada di lokasi, sekejap terdiam. Merenungkan pahitnya hidup dengan cara dan kondisi demikian.

Obrolan pun dimulai. Dari pembuka, sampai hal yang membuat haru.

“Rumah ini saya bangun sendiri. Dari bahan-bahan bekas. Bilik, tiang, dan genteng rumah ini semuanya bekas,” ujar Iya.

Baca Juga  Ini Cara Baru Menikmati Minggu Pagi di Purwakarta
Selama belasan tahun Iya tinggal di gubuk reot kumuh di Kampung Sumba Bongas RT 056 RW 004 Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Purwakarta

Waktu pertama kali Iya bangun rumah, ia tak punya fasilitas listrik. Bertahun-tahun, Iya bermalam dalam kegelapan. Sampai suatu ketika, ada warga yang peduli, membagi listriknya untuk Iya.

“Saya tinggal sudah belasan tahun di sini. Mulanya gak seperti ini. Saya pertama bangun rumah dari bilik kardus. Tanahnya dipinjamkan dari tetangga yang kasihan sama saya,” ucap Iya.

“Terus bapak untuk makan bagaimana,” kata awak media ini.

“Saya bantu-bantu warga, mengerjakan apa yang bisa saya kerjakan. Yang penting saya bisa makan, untuk bertahan hidup,” ujar dia.

“Keluarga bapak kemana?” tanya media ini.

Dan betapa jawaban itu tak bisa ditulis dalam narasi ini. Mendengar orang tua berbicara demikian, semua hanya bisa diam, terharu. Cerita Iya mirip dengan kehidupan kejam yang digambarkan dalam sinetron televisi milik konglomerat.

“Saya ikhlas,” ucap Iya.

Baca Juga  Buntut Mosi Tidak Percaya Terhadap Ketua DPRD Purwakarta, Lima Fraksi Segera Surati Gubernur
Selama belasan tahun Iya tinggal di gubuk reot kumuh di Kampung Sumba Bongas RT 056 RW 004 Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Purwakarta

Cerita tak berhenti di situ. Tetangga memang beragam. Lingkungan sosial memang unik. Ada yang baik, sampai memang tak suka. Iya yang hidup di bawah garis kemiskinan, diterpa ragam konsekuensi sosial.

“Ada warga yang berceloteh ingin membakar rumah ini. Meski celotehannya sekedar candaan, tapi itu cukup membuat saya sakit hati,” kata Iya.

Dari semua deretan cerita kehidupan Iya, tak semuanya akan ditulis dalam narasi pendek di media ini. Ada yang memang tidak untuk publik ketahui.

Di akhir obrolan, pemuda yang datang pun memberikan bantuan untuk meringankan beban hidup seorang Iya.

“Mohon maaf sebelumnya. Kami datang bukan ingin menyinggung bapak, kami ingin bantu bapak,” kata salah seorang pemuda.(*)