Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi Berbagi Resep Tata Kelola APBD On the Track
Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memikul mentimun yang ia panen bersama pelajar SMAN 1 Campaka yang berasal dari 4.800 meter lahan pertanian milik sekolah tersebut.(Redaksi)
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi secara terbuka membagi resep tata kelola anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang tepat sasaran dan on the track. Resep ini bisa dicontoh oleh daerah lain, yang saat ini masih terkendala dalam perencanaan dan proses penyerapan anggaran.
Bupati Dedi dinilai berhasil dalam melakukan pengelolaan anggaran pemerintahan. Terbukti, Purwakarta terbebas dari penundaan dana alokasi umum (DAU) oleh pemerintah pusat.
Bagi Kang Dedi, begitu dia disapa, kebanyakan daerah mengelola APBD melalui logika menaikkan pendapatan sebesar dan setinggi-tingginya. Hal berbeda justru dilakukan oleh Dedi dalam mengelola APBD. Pengelolaan APBD harus didasarkan pada logika ketepatan dalam belanja keuangan.
Ada beberapa pandangan mendasar dalam mengelola anggaran yang tepat sasaran di Purwakarta. Pertama, konsep perencanaan belanja untuk kepentingan publik tidak lagi copy paste dari dokumen anggaran tahun sebelumnya. Menurut Dedi, kebiasaan menjiplak rencana anggaranlah yang mengakibatkan performance keuangan daerah menjadi buruk sehingga banyak anggaran tidak terserap.
“Kalau pun terserap, penggunaannya tidak tepat sasaran,” terang Kang Dedi dalam acara peresmian Gedung Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Purwakarta, di Bungursari Purwakarta, Senin (29/8/2016).
Kedua, APBD mesti dibelanjakan dan diserap pada sektor-sektor yang manfaat. Dalam artian, APBD mesti langsung dirasakan oleh masyarakat. Salah satu caranya, APBD mesti dibelanjakan pada kepentingan-kepentingan publik.
“APBD tidak akan pernah memberikan kemanfaatan jika hanya digunakan untuk belanja pegawai, seminar, workshop yang tidak perlu. Sementara kepentingan publik terbengkalai,” jelas Dedi di hadapan para buruh.
Ketiga, Dedi menambahkan, jika pengelolaan APBD selalu didasarkan pada upaya menaikkan pendapatan, maka menurut dia seluruh langkah tersebut akan percuma. Pasalnya, pada saat yang sama kebutuhan hidup akan ikut naik, sehingga APBD tidak melahirkan investasi jangka panjang untuk daerah.
“Saya beri contoh. Setiap tahun upah buruh terus naik. Apakah dengan kenaikan upah itu berimbas langsung pada naiknya tingkat kesejahteraan? Kan tidak. Kenapa? Pada saat upah buruh naik maka kebutuhan hidup naik. Cost produksi perusahaan ikut naik. Harga kebutuhan pokok pun naik,” kata Dedi membuat analogi.
Melalui analogi yang dia sampaikan, Bupati yang akrab disapa Kang Dedi tersebut mengajak kepada buruh agar mau bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi biaya hidup dengan cara membangun pola hidup hemat. Ini yang harus dilakukan oleh para buruh, bukan menuntut kenaikan upah setiap tahun.
“Kalau buruh berhasil melakukan efisiensi kebutuhan hidup maka harus mendapatkan credit point berupa pembangunan rumah layak huni bagi buruh, transportasi publik yang layak sehingga dapat menekan biaya bahan bakar, pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka sehingga di sekolah anak-anak sudah bisa produktif,” pungkas Dedi.(*)
Editor : Dicky Zulkifly