DI SEBAH dusun yang tak asing dengan keramaian, aktivitas keseharian warga berjalan sebagaimana biasanya. Ada yang memulai hari dengan mempersiapkan peralatan tani, memanaskan kendaraan bermotor, dan bersiap mengantarkan anak berangkat sekolah.
Warga sekitar sudah biasa dengan pemandangan yang ditunjukkan dari salah satu rumah berdinding bilik bambu dan beralas tanah. Kediaman Ahmad, bapak paruh baya yang hidup di usia renta dengan ujian penyakit struk membelitnya bertahun-tahun. Di Desa Margasari Kecamatan Pasawahan, Kabuaten Purwakarta, Jawa Barat, Ki Ahmad tinggal.
Dalam setiap hela nafasnya, tak terlepas dari harapan dan doa. Seketika dua kelopak matanya tertutup, menahan sakit. Tiada yang menemaninya dalam keseharian. Untuk keperluan hajat pribadi, Ki Ahmad memenuhinya sendiri. Makan, minum, dan buang air di peristirahatan beralas selembar triplek.
Selasa (29/3/2016) beban Ki Ahmad sedikit teringankan. Ia memang tak pernah bermimpi sebelumnya. Seperti menunggu bintang jatuh, jika pada awalnya ia berharap seperti yang dieterima saat ini.
“Assalammualaikum. Sampurasun bah,” salam terucap dari suara seseorang berbaju serba hitam, berikat kepala warna putih.
“Waalaikumsalam. Rampes. Sareng saha?,” ujar Ki Ahmad, menjawab salam.
“Bah kunaon? Kamana barudak abah? Kin aya staff abdi nepangan abah, nyandak sadaya bubutuh abah. (Bah kenapa? Kemana anak-anak abah? Nanti ada staff saya menemui abah dan membawa segala kebutuhan abah, red),” kata seseorang yang menghampiri, langsung menanyakan kondisi Ki Ahmad.
Ki Ahmad baru menyadari, orang yang mendatanginya tak lain adalah seorang pemimpin daerah. Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta. Ia memang tak pernah berpikir ataupun bermimpi sebelumnya, rumah tak layak yang ia tinggali didatangi langsung oleh pemimpin daerahnya.
Ki Ahmad menjalani masa senja kehidupannya dengan kepahitan. Demikian, Ki Ahmad bergelut dengan penyakit struk yang ia derita sejak lama. Di dalam rumah berdinding bilik bambu dan beralas tanah ia terbaring tak berdaya, buang air ia lakukan di tempat tidur. Lantas kemana keluarga Ki Ahmad? sanak saudara? cucu?
Setiap hari, Ki Ahmad hanya bisa pasrah dan menunggu bantuan tetangganya. Selama ini, keenam anaknya tinggal di Cikarang Bekasi, Jawa Barat. Sudah lama tak pernah menengok keadaan orang tuanya tersebut. Pun selembar kertas kabar, tak pernah mampir di tangannya.
Keadaan Ki Ahmad segera diketahui secara tidak sengaja oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Pada kesempatan Arisan Gotong Royong di desa tersebut, orang nomor satu di Purwakarta ini lekas tahu kondisi rakyatnya kesusahan.
“Ini bukan pertama kali saya menemukan orang seperti si Abah, meni teungteuingeun eta barudak na. (kok anak-anaknya tega sekali ya, red),” ungkap Dedi, berkaca-kaca.
Saat itu juga Kang Dedi, sapaan akrab pemimpin ini langsung menelepon staff pribadinya. Dedi langsung mengirimkan kasur dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari Ki Ahmad. Tak hanya itu, ambulans segera datang menjemput Ki Ahmad untuk pengecekan kesehatan. Tak henti menatap KI Ahmad, Kang Dedi mencurahkan kesedihannya.
Ace (39) tetangga Ki Ahmad, mengetahui kondisi buruk Ki Ahmad sudah membelit hampir satu tahun. Ki Ahmad menderita tanpa pernah ditengok oleh anaknya. “Sebelum sakit, si abah kerja di TPA Cikolotok, sekarang sudah tidak bisa kerja lagi, jadi mengandalkan pemberian tetangga saja,” tutur Ace, prihatin.(dzi)