PKN Tidak Mau Sentimental di Pilpres 2024
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) tak akan terburu-buru menentukan dukungan di Pilpres 2024.
Ketua Umum PKN Anas Urbaningrum mengakui, PKN mungkin akan menjadi partai yang paling akhir menentukan dukungan di pilpres.
“Kami tidak ingin sentimental, tidak mau buru-buru, kami ingin melihat dulu drama-drama politik, episode-episode sinetron politik ini tuntas sampai seselai, dan perjodohan politik koalisinya melahirkan capres cawapres yang paten,” ujar Anas usai Ngopi Politik bersama Anas Urbaningrum di Cafe & Resto Terminal Rindu, Purwakarta, Sabtu 7 Oktober 2023 malam.
Dengan pertimbangan komprehensif itu, nantinya PKN akan memutuskan siapa yang akan didukung dan terbaik untuk lima tahun mendatang.
“PKN tidak mempertimbangkan asas sentimentil karena yang paling penting adalah siapa yang kami anggap tepat,” kata Anas.
Anas bahkan tidak melihat faktor koalisi sebagai hal utama, tapi siapa capres dan cawapresnya.
“Itulah yang akan menjadi simbol dan harapan kita. Meskipun koalisi mengandung unsur definisi kawan dan partner politik,” ucap Anas.
PKN dan Swing Voters
Hasil survei Poltracking Indonesia setidaknya ada 66,7 persen swing voters atau pemilih yang masih akan mengubah pilihannya di Pilpres 2024.
Tentu hal ini menjadi peluang bagi PKN untuk merayu swing voters yang mayoritas merupakan kelompok milenial hingga generasi Z, untuk memilih partai ini.
“Target PKN di tingkat nasional tembus parlemen, di kabupaten kota banyak dapil menetaskan kursi, tapi realitasnya kemampuan PKN belum merata, kami terus menggenjot mesin partai di tiap-tiap dapil kabupaten kota hingga provinsi. Dan kebanyakan caleg kami adalah anak-anak muda,” kata Anas.
Menurut Anas, keberadaan swing voters yang begitu tinggi merupakan hal normal dalam tradisi pemilu demokratis.
“Ini menjadi bukti keberadaan pemilih sesungguhnya, pemilih yang mempunyai pertimbangan kalkulatif rasional,” kata Anas.
Tingginya angka swing voters sebagai ekspresi split ticket voting yang makin nyata. Dimungkinkan adanya pemilih yang memberikan suara tidak linear antara pilpres dan pileg.
“Kalau orang punya pilihan untuk pileg partai A, dan untuk pilpres bisa lain lagi,” ucap Anas.
PKN memandang hal ini sebagai peluang dan menjadikannya sebagai fenomena yang bagus.
Makin tinggi persentasenya, akan membuat aktor politik partai dan politisi berhati-hati dan mempertimbangkan asas akuntabilitas dalam perilaku politiknya.
“Karena realitas politiknya baik, pemilih punya rasionalitas sendiri tidak bisa didikte oleh faktor-faktor eksternal,” ujar Anas.(dik)