Pengamat: Panwaslu ke Bawaslu Tak Jamin Kualitas Pengawasan Membaik
Foto : Pengamat Politik dan Kebijakan Purwakarta, Biki Sabikunnahar,
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Pengamat Politik dan Kebijakan Purwakarta, Biki Sabikunnahar, menilai perubahan status dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pasca diberlakukannya UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu tak menjamin meningkatnya kualitas pengawasan pemilu oleh lembaga tersebut.
Biki mengatakan, Hal ini setidaknya terjadi di Purwakarta. Pada musim Pilkada 2018, Bawaslu Purwakarta (saat itu Panwaslu) mampu menjelma menjadi lembaga yang bukan hanya ditakuti, tapi juga disegani.
“Saat masih “Panwaslu” Bawsalu ditakuti oleh para oknum maupun calon yang berniat melakukan pelanggaran Pemilu. Kala itu, orang berfikir beribu kali untuk berurusan dengan Panwaslu. Disegani karena kemampuan komunikasi dan koordinasinya yang cukup baik,” kata Biki, Rabu (24/10/2018).
Namun, menurut Biki, yang terjadi hari ini kondisinya malah berbalik. Meski status lembaga tersebut sudah berubah menjadi badan. Masa kerjanya sudah permanen, lima tahun bukan lagi adhoc. Komisioner juga bertambah lima orang dari sebelumnya hanya tiga orang. Gaung pengawas pemilu malah melempem. Auranya memudar.
“Saya rasa ada beberapa penyebab dari lemahnya kinerja Bawaslu inu, pertama, lambannya kinerja Bawaslu yang dilantik 15 Agustus 2018 itu. Dibanding melakukan tugas pengawasan pemilu, mereka lebih sibuk melaksanakan kegiatan internal kelembagaan, dalam hal ini, rakor dan RDK,” ungkapnya.
Padahal, sambung dia, tugas utama pengawas pemilu lebih bersifat eksternal. Melakukan pengawasan di luar. Pengawasan terhadap tahapan pemilu yang sedang berjalan. Bukan sibuk ngurus rumah tangga apalagi anggaran.
“Yang kedua, kemampuan komunikasi dan konsolidasi yang kurang bagus. Terutama pasca terjadinya perubahan pucuk pimpinan. Meski ketua lama dan baru sama-sama memiliki latar belakang aktifis. Jelas beda kualitas. Hal ini tentu saja berdampak pada performa kerja Bawaslu saat ini,” sambungnya.
Lebih jauh Biki memaparkan, dan yang ketiga, 3 dari 5 orang komisioner Bawaslu Purwakarta saat ini adalah pendatang baru di dunia kepemiluan. Pengetahuan dan kemampuan mereka dalam hajat demokrasi, belum teruji. Tidak salah kalau Pileg dan Pilpres 2019 ini, adalah masa uji coba kerja mereka.
“Pilihannya; jika mereka mampu dengan cepat beradaptasi, dari sisi pengetahuan dan kemampuan, dipastikan proses pengawasan akan berjalan sukses. Demikian sebaliknya,” ujarnya.
Dengan demikian, sambungnya, kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan. Bawaslu harus mewujud sebagaimana cita cita dan semangat awalnya yakni mengawal terciptanya Pemilihan Umum yang Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil (Luber Jurdil).
“Apalagi, fungsi dan kewenangan Bawaslu sudah ditambah. Bukan lagi hanya memiliki kewenangan pencegahan dan penindakan, lebih dari itu Bawaslu kini diberi mahkota kewenangan penyelesaian sengketa pemilu. Lembaga lain tidak ada yang memiliki kewenangan seluas Bawaslu. Sehingga, berbahaya dan terlalu beresiko, kalau lembaga se “wah” ini dipimpin dan diisi oleh orang yang tidak “wah” pula,” tutupnya.(dik)