Kunci Kesejahteraan Buruh, Tekan Pengeluaran
Foto : Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan kunci untuk kesejahteraan para buruh di Jawa Barat.
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan kunci untuk kesejahteraan para buruh di Jawa Barat. Bahkan, jika kunci ini diterapkan sebagai kebijakan holistik, dia nilai mampu mensejahterakan buruh di Indonesia.
Hal dia ungkapkan saat merefleksi Peringatan Hari Buruh Sedunia yang jatuh pada hari ini, Selasa (1/5/2018).
Menurut pria yang pernah merasakan getirnya hidup sebagai buruh itu, pengeluaran harian dan bulanan buruh harus ditekan. Langkah ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara intervensi pemerintah terhadap harga bahan pokok.
“Peningkatan kesejahteraan buruh lewat sistem pengupahan memang perlu diperjuangkan. Tetapi, saya melihat ada sesuatu yang lebih penting. Yakni, pengeluaran buruh harus ditekan, baik harian maupun bulanan. Pemerintah harus mengintervensi harga kebutuhan bahan pokok,” kata Dedi, di kediamannya, Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Purwakarta.
Selain itu, kebutuhan lain seperti perumahan, listrik, air dan bahan bakar kendaraan juga harus menjadi perhatian serius. Subsidi pemerintah untuk buruh dalam item kebutuhan tersebut dinilai Dedi Mulyadi dapat meningkatkan kesejahteraan. Sebab, upah buruh tidak langsung habis dalam setiap bulan sehingga buruh memiliki kesempatan menabung dari sisa upah.
“Kalau biaya hidup rendah dan upah buruh tinggi maka output-nya adalah kesejahteraan. Kalau upah tinggi tapi biaya hidup tinggi ya percuma saja, tidak akan menjadi apa-apa,” ungkapnya.
Ketimpangan Upah
Mantan wakil ketua salah satu serikat buruh di Purwakarta tersebut juga mengulas terkait sistem pengupahan di Jawa Barat. Menurut dia, saat ini terjadi ketimpangan upah buruh antara wilayah barat dan timur provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia tersebut.
Hal ini terjadi karena sistem pengupahan didasarkan pada kawasan industri yang berkembang di sebuah daerah. Zona Industri Karawang, Bekasi dan Purwakarta misalnya, menerapkan upah buruh di angka lebih dari Rp3 Juta. Semakin bergerak ke arak timur, maka nilai upah buruh di zona tersebut semakin kecil.
“Di wilayah timur kan upahnya rendah. Saya memandang ada ketimpangan di situ, makanya harus segera dipecahkan oleh seluruh stakeholder terkait,” ucapnya.
Prinsip ‘Saeutik Mahi, Loba Nyesa’
Melalui intervensi biaya pengeluaran keluarga buruh oleh pemerintah, lanjut Dedi, akan berimplikasi pada kondisi keuangan ‘saeutik mahi, loba nyesa’. Istilah terakhir merupakan sebuah ungkapan dalam bahasa Sunda yang berarti berapa pun jumlah uang yang diterima, akan cukup untuk biaya hidup.
Prinsip ini sekaligus menjawab ketimpangan upah buruh yang selama ini terjadi di Jawa Barat. Menurut Dedi Mulyadi, selain subdisi bahan pokok, perumahan dan kebutuhan perumahan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa mengeluarkan subsidi pendidikan.
Misalnya, menyediakan transportasi khusus anak sekolah dan buruh sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh sebuah keluarga untuk itu. Ditambah, pembangunan tempat wisata secara merata di kabupaten/kota di Jawa Barat dapat menekan biaya rekreasi keluarga.
“Termasuk kalau anak sekolah berangkat ke sekolah dengan membawa bekal. Ini pengeluaran semakin kecil dan pendapatan mereka tidak terlalu banyak keluar, bisa saving,” pungkasnya.