Dedi Mulyadi: Jokowi Pemimpin Inspiratif bagi Rakyat Kecil

Foto : Dedi Mulyadi: Jokowi Pemimpin Inspiratif bagi Rakyat Kecil

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Latar belakang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berasal dari kalangan masyarakat biasa dinilai bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat kalangan bawah untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu hanyalah seorang anak tukang kayu. Namun, hidup prihatin sebagai rakyat kecil tak lantas membuat Jokowi berputus asa. Sebaliknya, dia terus berupaya memberikan yang terbaik bagi kedua orang tuanya hingga menjadi seorang Presiden.

“Kita ini harus bangga punya pemimpin yang bukan siapa-siapa. Artinya, dia berasal dari kalangan masyarakat biasa,” ungkap Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi saat ditemui di Purwakarta, Sabtu (9/2/2019).

Dedi mengatakan, jalan hidup Jokowi yang bermula hanya masyarakat biasa hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia sejalan dengan keyakinan masyarakat Indonesia yang percaya bahwa dengan hidup prihatin, maka akan semakin sukses.

Baca Juga  FKPPI Depok Dukung Petahana

“Jokowi bukan anak orang gede, pengusaha besar, bukan anak pemikir, bukan anak tokoh, tapi anak desa, anak kampung. Sehingga, ini akan menjadi tradisi dan akan menjadi inspirasi,” kata Dedi yang juga Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf Amin Jabar itu.

Jalan hidup Jokowi pun, kata Dedi, bisa menjadi inspirasi, khususnya bagi rakyat kecil yang memiliki banyak keterbatasan, terutama dalam hal materi. Bahkan, kata Dedi, jika Jokowi kembali memimpin Indonesia, hal ini akan menjadi sebuah tradisi.

“Ini akan menjadi tradisi, yaitu pemimpin yang ada di Indonesia itu berasal dari kalangan biasa. Sehingga, orang-orang yang terbatas tidak putus asa. Dan saya menyampaikan, kenapa Pak Jokowi harus memimpin kembali? agar tradisi terus berlanjut,” tuturnya.

Pendidikan Karakter

Lebih lanjut, Dedi mengatakan, generasi muda Indonesia harus memiliki kemampuan, sesuai minat dan bakatnya masing-masing selain ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga formal. Pasalnya, saat ini, pendidikan yang ditekuni dan profesi yang dijalani kerap kali berbeda.

Baca Juga  Kolektif Anarko Purwakarta, Tuntut Pengurangan Jam Kerja, K3 dan Evaluasi UMP

“Ada orang yang menjadi jurnalis bukan dari akademi jurnalis, ada orang di bidang politik, bukan dari bidang politik, ada yang sukses di usaha, bukan dari fakultas ekonomi karena hari ini negerinya tidak lagi linear. Sehingga, banyak pekerjaan atau profesi yang di luar dugaan,” papar Dedi.

Dedi mencontohkan, Youtuber kini telah menjadi sebuah profesi yang menjanjikan dan menarik minat masyarakat untuk berkecimpung dalam bidang tersebut. Kondisi tersebut, kata Dedi, menjadi pertanda bahwa setiap orang kini dituntut untuk lebih kreatif.

“Misalnya soal hoaks di media sosial dimana seorang anak bercita-cita agar Prabowo menjadi presiden. Ternyata aslinya bukan itu, aslinya saya ingin jadi Youtuber,” katanya.

“Artinya, Youtuber sudah menjadi profesi yang diminati oleh orang-orang. Artinya, bahwa hari ini orang jangan terlalu terpaku pada fakultas, pada kejuruan, tapi harus kreatif karena semua orang punya kesempatan untuk meraih kesuksesan,” sambungnya.

Baca Juga  Hadiri Undangan Bawaslu Purwakarta, Om Zein Ucapkan Terima Kasih Bisa Silaturahmi

Dedi menerangkan, masyarakat di negara maju sekalipun kini telah mengubah pola pikirnya tentang pendidikan. Mereka, kata Dedi, sudah menganggap pendidikan merupakan perjalanan hidup manusia untuk pembentukan karakter.

“Di negara maju kan kalau mendaftar industri kan gak ditanyain sekolahnya dari mana. Tanyanya kan kamu bisa apa? Nah ini harus dikembangkan untuk dunia pendidikan kita,” tegasnya.

Dedi berharap, ke depan, dunia pendidikan di Indonesia memberikan ruang gerak bagi anak didik untuk berkreasi. Jangan sampai setiap anak didik dipaksa untuk menjadi pintar dalam pendidikan formal.

“Di Indonesia kan semua orang diperkosa, diperkosa harus mengikuti sebuah sistem. Di indonesia jadi orang pinter itu dipaksa loh, sehingga kreatifitas menjadi rendah,” pungkas Dedi. (rls/eka)