Dedi Mulyadi Bicara Kebudayaan di Rakorda II Hanura Jabar

BANDUNGheadlinejabar.com

Dedi Mulyadi bicara kebudayaan dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) II Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Jawa Barat di Hotel Savoy Homan, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (21/4/2017).

Dedi diundang sebagai kapasitas budayawan Sunda. Kang Dedi bicara banyak hal. Terkait permasalahan Jawa Barat dari sudut pandang kebudayaan, utamanya tata kelola lingkungan dan pembangunan.

“Bagaimana tata kelola perumahan, perkotaan, dan pemukiman kita ini bisa menjadi lebih baik. Kultur Sunda sebenarnya menyimpan banyak prinsip dasar, dimana prinsip ini melahirkan tata kelola lingkungan. Sistem pembangunan Jawa Barat ini akan baik, manakala gunung-gunungnya hijau,” terang Dedi di hadapan kader Hanura se-Jawa Barat.

Baca Juga  Demokrat Berikan Bantuan Korban Meninggal Tol Cipali

Kang Dedi melihat, Ciwidey saat ini udaranya sudah panas. Karena bukitnya ditebas, perkebuman sayur naik ke dataran tinggi.

“Apakah dengan kondisi ini masyarakat setempat menjadi sejahtera. Kan tidak. Saya ketemu dengan warganya. Berapa penghasilan anda? Sehari ada yang dapat Rp30.000, sebulan Rp900 ribu itu juga kalau kerja. Kalau tidak kerja cuman dapat Rp700 ribu,” cerita Dedi.

Bagaimana Sungai Citarum mengalami sedimentasi. Yang memerlukan anggaran sampai triliunan untuk melakukan pengerukan. Setelah itu masuk ke Saguling, Cirata dan Jatiluhur. 

“Problem sosial terjadi di situ. Dari sedimentasi ini berdampak pada pengurangan usia bendungan. Problem ini masalah masa depan,” papar dia.

Baca Juga  Duo DM Pengantin Koalisi Sajajar di Pilgub Jabar

Kesempatan hidup warga pinggiran gunung mulai terusik. Gunung bagi Dedi jangan diperuntukkan kepada ranah-ranah yang bersifat komersial. Apalagi sampai diproyekkan. 

“Karena jika diproyekkan, hari ini ditanam, besoknya ditebang,” tegas Dedi.

Diperlukan pikiran revolusioner untuk membangun Jawa Barat. Rumusnya tidak mesti mencontek negara luar, yang sudah maju sekalipun. Pembangunan bagi Dedi, merupakan persoalan kebudayaan dan tata nilai lingkungan.

“Para pengelola pembangunan tidak perlu studi banding ke Singapura, Australia, Inggris, Perancis, beda ilmunya. Lihat dan tanya saja kepada para pendahulu kita,” beber Dedi.

Seluruh piranti pembangunan Jawa Barat, kata Dedi, sebetulnya sudah diwariskan oleh para pendahulu. “Kalau kata orang Sunda itu, lamun urang neangan kaler, kidul deui kidul deui. Lamun urang neangan aya, euweuh deui euweuh deui. Lamun urang neangan bener, salah deui salah deui,” tukas Dedi.

Baca Juga  Jelang Pilgub KPU Depok Teken MoU dengan Kejaksaan

Salah dalam pengelolaan mengakibatkan kerusakan terus menerus dalam setiap tahun. Berjangka panjang, dan sulit mencarikan solusinya. Orang saat ini sibuk mengumpulkan uang, setelah itu timbul bencana. Setelah ada bencana, uang dipakai untuk recovery bencana.

“Hukum pembangunan yang dipakai mesti berlandaskan hukum alam, yang tidak memerlukan tafsir dan madzhab kelompok,” tutup Dedi.

REPORTER : AGA GUSTIANA

EDITOR       : DICKY ZULKIFLY