Tujuh Hari Pendidikan Istimewa Implementasi Pendidikan Berkarakter di Purwakarta

Foto : Bupati Dedi dengan pelajar.

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Sejak 26 Maret 2014, Pemerintah Kabupaten Purwakarta menerapkan unsur tematik dalam sistem pendidikan di wilayah itu. Unsur tematik ini sengaja digulirkan menjadi falsafah dalam setiap pembelajaran di sekolah mengacu pada nilai – nilai karakter daerah. Tujuh hari dalam seminggu memiliki tema yang berbeda-beda untuk diinternalisasikan kepada seluruh peserta didik di kabupaten terkecil kedua di Jawa Barat tersebut.

Senin Ajeg Nusantara mengawali proses internalisasi nilai – nilai karakter dalam pembelajaran. Ajeg yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti tegak ketika dijadikan satu frase dengan Nusantara memiliki pengertian tegaknya seluruh hamparan bumi nusantara beserta segenap tradisi dan kultur masing – masing daerah. Pada hari Senin ini, seluruh pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik harus disinergikan dengan nilai – nilai patriotik, potensi dan seluruh fase sejarah yang pernah terjadi di Indonesia bahkan sebelum bernama Indonesia (masih nusantara.red)

Selasa Mapag Buana adalah tema untuk hari Selasa. Mapag (bahasa sunda)  dalam bahasa Indonesia memiliki arti menjemput sedangkan buana memiliki arti dunia. Sehingga kemampuan implementasi falsafah Miindung ka waktu, Mibapa ka zaman (beradaptasi dengan segala kondisi zaman) mampu dimiliki oleh setiap peserta didik di Purwakarta. Pada tatanan teknis, seluruh jenis peradaban dunia diperkenalkan pada hari Selasa kepada seluruh siswa.

Baca Juga  Foko Purnawirawan dan 100 Akademisi Telaah 25 Tahun Implementasi Pancasila di UBP Karawang

Setelah ‘go international’ di hari Selasa, pada hari selanjutnya yakni hari Rabu anak – anak sekolah di Purwakarta diajak untuk Maneuh di Sunda. Maneuh memiliki arti menetap. Sehingga secara semantik Maneuh di Sunda menegaskan ketetapan peserta didik yang tinggal di Sunda maka sudah menjadi keniscayaan bagi mereka untuk mentransformasi dan menginternalisasi nilai – nilai kesundaan dalam kehidupan mereka sehari – hari.

Pada praktiknya, mereka diajarkan falsafah silih asah, silih asih dan silih asuh bukan hanya kepada sesama manusia melainkan kepada sesama makhluk hidup. Selain kewajiban mengenakan pakaian khas Sunda bagi seluruh siswa, pada hari Rabu pun mereka diajarkan mempelajari sistem mata pencaharian utama masyarakat Sunda yakni bertani di sawah, bercocok tanam di ladang, menjahit, menyulam dan menggembalakan ternak.

Baca Juga  PWI Jabar-Fikom Unpad Segera Gelar Uji Kompetensi Mahasiswa Jurnalistik

Kreatifitas pelajar di Purwakarta pun turut diasah pada hari Kamis dengan tema Nyanding Wawangi. Pada hari ini pelajar boleh masuk sekolah tanpa seragam dan sepatu sekolah, tetapi mereka harus membuat karya kreatif seperti puisi, membawa setangkai bunga untuk guru bahkan menuangkan kritik beradab kepada guru yang sehari-hari mengajarnya.

Aspek ruhani pelajar pun turut terasah karena pada hari Jum’at mereka semua Nyucikeun Diri, mengasah kesucian hati, jiwa dan pikiran agar tetap terjaga dan selalu dekat dengan Tuhan. Pembelajaran hari Jum’at akan dimulai dengan Salat Dhuha bersama yang dilanjutkan pembacaan Surat Yaasin. Selain itu, mereka dituntut untuk turut membersihkan lingkungan dalam dan luar sekolah. Sehingga bukan sekedar dirinya saja yang bersih tetapi lingkungannya pun turut suci dan bersih.

“Nilai spiritual pun harus dimiliki oleh seluruh pelajar Purwakarta sehingga nilai estetik yang dipupuk pada hari Kamis dapat sempurna dengan nilai spiritual di hari Jumat,” kata Dedi dalam perbincangan dengan Humas Pemerintah Kabupaten Purwakarta hari ini Sabtu (10/9/2016) di rumah dinasnya Jl Gandanegara No 25 Purwakarta.

Baca Juga  Pelajar Purwakarta Biasa Salat Dhuha Sejak 2008

Seluruh rangkaian Tujuh Hari Istimewa ini menurut Dedi ditutup dengan Sabtu Minggu Betah di Imah (Sabtu Minggu Betah di Rumah). Dia menekankan bahwa pendidikan tidak boleh putus setelah hari Jum’at. Meski hari Sabtu dan Minggu libur, para orang tua harus berperan aktif mentransformasikan nilai – nilai dalam keluarga kepada anak – anak. Menurut dia ini penting karena pendidikan formal dan informal, keduanya harus dialami oleh pelajar di wilayahnya.

“Sabtu dan Minggu itu di Purwakarta libur sekolah. Tetapi bukan berarti tidak ada pendidikan, disinilah peran orang tua mengawal perkembangan anak-anak mereka sangat diperlukan. Intinya internalisasi nilai-nilai dalam keluarga,” pungkas Bupati yang selalu mengenakan iket Sunda tersebut.(*)

Editor : Dicky Zulkifly