Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini semakin menitikberatkan peran kewilayahan dalam penentuan siswa miskin yang layak untuk masuk jalur afirmasi Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP).
Terakit ini Camat Coblong Kota Bandung, Jawa Barat, Anton Sugiana mengaku telah turun ke lapangan untuk memastikan proses berjalan dengan lancar. Jumlah masyarakat miskin di Kecamatan Coblong Bandung terhitung sebanyak 4.550 jiwa dari total keseluruhan populasi 128.500 jiwa. Berdasarkan hasil pendataan, sejauh ini terdapat 12 siswa yang rentan putus sekolah.
“Paling banyak dari Kelurahan Sadang Serang,” terang Anton, di sela kegiatan Bandung Menjawab di Media Lounge Balai Kota Bandung, Selasa (17/5/2016).
Saat ini pendataan siswa rentan putus sekolah masih dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan instruksi Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil yang menyatakan bahwa aparat kewilayahan harus lebih proaktif.
“Tahun ini aparat kewilayahan lebih proaktif lagi untuk melakukan himbauan, ajakan, sosialisasi, dan pemantauan dan pendataan warga yang rentan putus sekolah. Jangan kebalik, jangan warga yang mendatangi kelurahan tetapi aparat kewilayahan bersama RW, RT, karang taruna, dan LPM yang turun ke bawah,” ungkap Anton.
Meskipun sudah ada program kesejahteraan masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah berupa jaminan kesehatan, Kartu Indonesia Sejahtera, dan sebagainya, pihak kecamatan tetap harus melakukan pendataan bagi warga miskin yang belum terdaftar. Anton mengistilahkannya dengan ‘orang miskin baru’.
“Tapi yang paling penting itu adalah warga yang memang tidak terdata, tidak punya kartu, dan anaknya memang rentan putus sekolah. Kita sampai datang ke rumah,” jelas Anton.
Kebanyakan kasus yang ditemui Anton atas penyebab adanya ‘orang miskin baru’ tersebut adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan alasan kesehatan.
Terkait dengan data siswa miskin ini, secara intensif Anton juga berkomunikasi dengan seluruh kepala sekolah di wilayah Kecamatan Coblong, termasuk dengan sekolah swasta,
“Tujuannya memvalidasi dan memverifikasi data yang sudah ada, dianalisa,” tuturnya.
Koordinasi tersebut terus dilakukan agar data semakin akurat. Anton berharap data siswa miskin dapat berkurang seiring dengan peningkatan taraf ekonomi masyarakat.
Pihaknya juga beberapa kali menemukan siswa miskin yang tidak perlu lagi menggunakan jalur afirmasi RMP ini karena menyatakan diri sudah mampu. Ia berharap agar masyarakat menggunakan berbagai jalur PPDB sesuai dengan haknya. Dengan demikian, program bantuan untuk meringankan beban siswa miskin ini bisa tepat sasaran.
“Harapan kita data ini teh si warga miskin teh berubah jadi kaya. Bukan bertambah,” harapnya.(*)