Perjuangan Seorang Wisudawati: Anak Pedagang Nasi Uduk Keliling Yang Berhasil Mendapatkan Gelar Sarjana

KARAWANG, headlinejabar.com

Di tengah suasana khidmat prosesi wisuda Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Siti Novianti Nuraini berdiri di atas panggung dengan senyum penuh haru, menerima gelar sarjananya.

Sebuah perjalanan panjang yang penuh perjuangan telah membawanya menjadi lulusan terbaik di Fakultas Ilmu Komputer. Dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,74 dan predikat Pujian, meskipun jalan yang dilalui tak semulus yang ia harapkan.

Bagi Siti, kelulusan ini bukan sekadar angka atau gelar. Ini adalah simbol dari keteguhan hati yang tak pernah padam, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Perjalanan hidupnya dimulai dengan sebuah tekad yang sederhana namun mendalam yakni membahagiakan kedua orang tua.

“Saya ingat betul bagaimana bapak saya jualan nasi uduk keliling. Dari subuh, beliau sudah berangkat ke lokasi-lokasi, bahkan ke pintu gerbang perusahaan-perusahaan besar. Saya lihat itu, dan saya tahu, saya harus berusaha lebih keras untuk mengangkat derajat mereka,” cerita Siti, matanya sedikit berkaca-kaca saat mengingat perjuangan orang tuanya yang tak kenal lelah.

Namun, perjalanan menuju pendidikan tinggi tidaklah mudah. Setelah lulus SMK Farmasi di Bandung pada 2011, Siti terpaksa menunda impian kuliahnya karena kendala ekonomi.

Baca Juga  Pramuka Harus Sasar Anak-anak

“Saya ingin sekali kuliah, tapi keadaan saat itu tidak memungkinkan. Saya merasa, orang tua sudah banyak berkorban, jadi saya harus bekerja dulu,” ungkapnya.

Setelah itu, Siti bekerja di beberapa tempat, termasuk di klinik dan di PT Changsin, dengan harapan bisa mengumpulkan biaya untuk melanjutkan studi.

Namun, hidup terkadang tak berjalan sesuai rencana. Pada 2020, di tengah pandemi COVID-19, Siti memutuskan untuk kuliah sambil bekerja keras. Pagi hingga sore ia bekerja di klinik, malamnya ia mengikuti kuliah online.

“Tantangannya luar biasa. Tapi saya tahu, ini adalah jalan yang harus saya tempuh untuk masa depan yang lebih baik,” katanya.

Namun, cobaan hidup Siti belum berakhir. Pada akhir Oktober 2023, penyakit datang tanpa diduga. Siti harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena menderita miomateri atau tumor jinak di rahim. Dalam keadaan sakit, ia sempat merasa putus asa.

“Saat itu, saya merasa semua orang sudah menyelesaikan tugas akhir mereka. Sementara saya, terbaring di rumah sakit. Saya sempat berpikir untuk berhenti kuliah,” ungkapnya dengan suara berat.

Di saat-saat paling gelap itu, dukungan orang tua menjadi cahaya yang membimbingnya. Ayah Siti, Jularif, seorang penjual nasi uduk keliling, tak henti-hentinya memberikan semangat.

Baca Juga  Ini Pesan Ketua Kwatir Cabang Pramuka Kepada Generasi Muda

“Saya melihat perjuangannya, bagaimana dia tetap berusaha meski dalam keadaan sakit. Dia memang anak yang luar biasa. Saya bangga sekali,” ucap Jularif dengan suara bergetar, tak mampu menyembunyikan rasa harunya.

Jularif menceritakan bagaimana ia dan istrinya tak pernah lelah berusaha meski hidup mereka serba terbatas.

“Setiap hari saya jualan nasi uduk, dari subuh. Saya harus bekerja keras, tapi saya percaya semua ini demi masa depan anak-anak saya. Harapan saya, semoga Siti bisa meraih apa yang dia cita-citakan,” kata Jularif, matanya berkaca-kaca.

Kini, setelah semua perjuangan, Siti berdiri di atas panggung wisuda, dengan kebanggaan yang tak terucapkan.

“Alhamdulillah, saya sudah bisa lulus. Ini di luar prediksi saya. Saya bisa menjadi mahasiswa terbaik, dan itu semua berkat dukungan orang tua yang tak pernah lelah memberikan semangat,” ujar Siti dengan suara yang hampir pecah.

Bagi Siti, ini bukan hanya soal gelar sarjana. Ini adalah wujud nyata dari semua doa dan pengorbanan yang telah ia lakukan bersama orang tua.

Baca Juga  Obat Sofosbuvir Lebih Murah Sembuhkan Hepatitis C

“Saya ingin menjadi dokter. Itu cita-cita saya sejak kecil. Tapi saat ini, saya ingin membahagiakan orang tua saya. Jika ada rezeki, saya ingin melanjutkan studi S2,” kata Siti dengan penuh harapan.

Meski selama kuliah ia tidak menerima beasiswa, Siti tak pernah merasa kekurangan. Baginya, keberhasilan ini adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan keyakinan, tak ada yang tidak mungkin.

“Saat sakit, saya sempat merasa putus asa, tapi orang tua saya selalu bilang, ‘Jangan menyerah, nak. Allah selalu punya jalan,’” kata Siti, mengingat kata-kata yang selalu diberikan ayahnya.

Setelah wisuda ini, Siti tahu bahwa perjuangannya belum selesai. Ia bertekad untuk terus mengejar cita-citanya yang ingin mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.

Cerita Siti Novianti Nuraini adalah bukti nyata bahwa tak ada yang sia-sia dari perjuangan yang dilakukan dengan hati yang ikhlas. Dengan tekad yang kuat, semangat pantang menyerah, dan doa yang tiada henti, impian yang tampaknya mustahil bisa menjadi kenyataan.

“Saya ingin menjadi orang sukses, dan yang terpenting, membahagiakan orang tua saya,” tutup Siti dengan mata berbinar, penuh harapan untuk masa depan yang cerah.