Pendirian Pesantren Lebih Diperketat
Foto : Ilustrasi lembaga pendidikan pesantren. Sumber, istimewa
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Kepala Seksi Pondok Pesantren Kemenag Purwakarta H Tedi Junaedi menyampaikan, pengetatan syarat izin operasional pendirian pondok pesantren itu dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam menangkal faham radikal masuk ke dalam lembaga pesantren. Alasan upaya yang sudah dilakukan sejak tahun 2014 ini, menurutnya, tidak menutup kemungkinan pesantren menjadi basis faham yang bertentangan dengan falsafah luhur bangsa.
Dengan demikian, pendirian pesantren di Kabupaten Purwakarta saat ini lebih diperketat. Kebijakan tersebut ditindaklanjuti oleh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Purwakarta, terkait Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam No 5877 tahun 2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren. Kemenag Purwakarta sendiri saat ini mulai memperketat syarat pendirian pondok pesantren di Purwakarta.
“Intinya menanamkan rasa nasionalisme pesantren karena mungkin dengan kondisi hari ini takut ada pesantren terlibat pembasisan,” ungkap Tedi, di kantor Kemenag Purwakarta, Jumat (5/2/2016).
Beberapa syarat penting permohonan izin operasional pondok pesantren dapat dikeluarkan Kemenag Purwakarta. Mulai dari membuat surat pernyataan kesetiaan terhadap negara kesatruan republik Indonesia (NKRI) sampai mengakui keberagaman kultur, budaya, agama di Indonesia.
“Setiap pesantren menyatakan setia terhadap NKRI, Pancasila, UUD. Siap untuk menghormati bendera merah putih, dan mengakui bhineka tunggal Ika,” jelasnya.
Semangat masyarakat dalam mendirikan pondok pesantren hingga kini masih cukup tinggi. Lantaran setiap minggu bahkan bulan, Kemenag Purwakarta selalu menerima pengajuan izin operasional pondok pesantren yang diajukan masyarakat.
“Terbukti sudah setiap minggu atau bulan ada pengajuan masuk untuk mendirikan izin operasional pesantren, padahal Dirjen lebih memperketat dengan harapan pesantren mendorong juga faham nasionalisme yang tinggi,” paparnya.
Hingga akhir bulan lalu Kemenag Purwakarta telah mendata ada sebanyak 257 pondok pesantren yang telah mendapatkan izin operasional. Jumlah itu dimungkinkan mengalami kenaikan pada tahun ini. Namun, hinggi kini Kemenag Purwakarta belum menerima laporan kaitan pondok pesantren menututup penerimaan santri baru.
“Di Purwakarta ada 257 pesantren, tahun 2016 belum ada yang mengundurkan diri dari pesantren, artinya secara kuantitas akan meningkat,” pungkasnya.
Sementara, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwakarta Hamzah Zaelani menanggapi kebijakan tersebut. Menurut Hamzah, kebijakan Kemenag ini terkesan mendiskriminasi lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada maupun baru berkembang. Seharusnya, sebelum kebijakan ini dikeluarkan, Kemenag mesti menggelar jajak pendapat dan bermusyawarah dengan pihak-pihak organisasi masyarakat Islam maupun pendiri lembaga pendidikan Islam.
“Karena ada alasan radikalisme yang melandasi kebijakan ini, perlu ada kesepakatan bersama antar sesama pemeluk agama Islam, terkait pemahaman apa dan seperti apa pemahaman radikalisme itu. Sehingga, tidak ada pihak yang dikorbankan,” jelas Hamzah.
Secara pribadi, kata Hamzah, tidak menyepakati jika lembaga pemerintah hanya melakukan penegasan memperketat izin pendirian pesantren saja. Pasalnya, sejauh ini belum ada bukti tegas jika pesantren sebagai lembaga penyumbang faham radikalisme.
“Tidak sepakat jika hanya pesantren yang dikekang. Kemenag dalam hal ini mesti mempertimbangkan kembali kebijakan yang sudah dikeluarkan. Saat ini sudah terjadi pergeseran makna, lembaga Islam sama dengan faham radikal dan penyumbang aksi terorisme,” tutup dia.(aga)