Muatan Lokal Agama dalam Pendidikan Purwakarta di Mata Kiai
![](https://www.headlinejabar.com/wp-content/uploads/2016/10/muatan_lokal_agama_dalam_pendidikan_purwakarta_di_mata_kiai_1_single_image.jpg)
Foto : Pertemuan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bersama guru rohani dari lintas agama.
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta memiliki rencana memasukkan kurikulum tambahan sebagai kurikulum kultur muatan lokal pada pelajaran agama di setiap sekolah mulai Desember mendatang.
Kurikulum kultur tersebut yakni belajar membaca Kitab Kuning bagi pelajar beragama Islam dan bagi non muslim diharuskan mendalami kitab ajaran agamanya masing-masing.
Kebijakan yang terhitung baru dan pertama di Jawa Barat termasuk Indonesia ini, berlaku di sekolah umum ini tak pelak mengundang pujian dari berbagai kalangan diantaranya Ketua Rijalul Anshor Jawa Barat Kiai Ahmad Anwar Nasihin.
Pimpinan Pondok Pesantren Raudhatut Tarbiyah Liung Gunung Plered Purwakarta ini menyambut baik dan mengapresiasi kebijakan ini karena dia nilai berdampak positif bagi perkembangan keilmuan pelajar Purwakarta.
Kiai Anwar, begitu dia disapa, mengusulkan agar guru yang mengajarkan kitab kuning di sekolah umum tersebut harus berasal dari pesantren. Menurut dia ini penting karena belajar kitab kuning bukan saja soal transfer pengetahuan di dalamnya. Akan tetapi, belajar kitab kuning merupakan transfer kultur pesantren karena ada adab dan etika yang harus dipenuhi oleh pelajar.
“Saya usulkan agar gurunya berasal dari pesantren yang kesehariannya mengurus para santri. Belajar kitab kuning bukan melulu persoalan ilmunya akan tetapi ada etika, ada akhlak dan adab yang harus dibiasakan. Kalau gurunya tidak biasa mengajar santri saya kira malah tidak bagus nantinya,” kata Kiai Anwar Rabu (12/10/2016).
Selain itu, silabus kitab kuning pun harus disusun dengan segera mengingat tingkatan pengajaran kitab kuning di pesantren pun berbeda-beda. Menurut dia, jika merujuk kepada Kitab Ta’limul Muta’allim, maka prioritas kitab yang harus diajarkan adalah kitab kuning berisi pelajaran Tauhid, menyusul kemudian pelajaran Fiqih dan terakhir Tashawuf atau Akhlak.
“Bentuknya bisa saja loka karya para pimpinan pesantren, agar ada benang merah nanti setelah pelajar ini belajar kitab kuning di sekolahnya bisa juga melanjutkan ke pesantren. Maka tingkatan pengajaran kitabnya pun harus sudah disusun. Soal pendidikan kita bisa merujuk pada Kitab Ta’limul Muta’alim,” papar Kiai Anwar.
Sementara itu, Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Cirebon Kiai Faris el Haq mengatakan penerapan kebijakan baru di Purwakarta ini menandakan komitmen pemerintah daerah setempat untuk mengintegrasikan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama.
Pelajar yang belajar kitab kuning menurut Kiai Faris selain akan memperoleh pengetahuan baru, mereka juga akan memperoleh ketepatan referensi secara langsung dari para ulama penyusun kitab kuning tersebut. Menurut dia, tidak pernah ada pendapat penyusun kitab kuning yang subjektif menurut kesan pribadi penyusun. Seluruh pendapat dalam kitab kuning menurutnya dapat diverifikasi kebenarannya secara akademik
“Selain itu mereka dapat berkah, iya toh?. Para penyusun kitab kuning itu masya Allah, mereka bukan saja menulis, tetapi mereka riyadhoh, latihan, wirid, tirakat sambil menulis kitab pada masanya. Melalui hasil penyusunan itulah dapat kita ketahui kedalaman ilmu para ulama. Ini kebijakan Bupati Purwakarta wajib hukumnya untuk didukung,” kata Kiai Faris.
Editor : Dicky Zulkifly