Wapres JK: Kita Harus Bantu Kamboja dan Laos
Foto : Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Rakernas Institut Lembang Sembilan (ILS), di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017).
JAKARTA, headlinejabar.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan bangsa Indonesia agar dikenal dunia, suatu negara harus menjadi kaya dan mampu membantu negara lain.
“Kalau negara kita ingin dikenal atau mendapatkan perhatian, kita harus mau dan mampu, jangan hanya berwacana. Tangan kita harus ada di atas, kita harusnya bisa membantu Kamboja dan Laos, juga negara-negara lain,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Rakernas Institut Lembang Sembilan (ILS), di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017).
Wapres mengungkapkan, hanya ada dua negara di dunia yang banyak mendapat perhatian, pertama, kalau negara itu kaya, kedua, kalau negara itu nakal seperti Fidel Castro di Kuba, Hugo Chaves di Venezuela, Ahmadinejad di Iran, dan Kim Jong Ill di Korut.
Wapres pun mencontohkan kedatangan Raja Arab Saudi yang mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat Indonesia. Namun, tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa hari ini banyak kepala negara juga datang ke Indonesia untuk menghadiri KTT Asosiasi Negara-negara Pesisir Samudera Hindia (Indian Association Rim Association/IORA)
“Minggu ini seluruh negeri heboh dengan kunjungan Raja Arab Saudi, padahal hari ini ada 15 kepala negara hadir ke Indonesia untuk ikut KTT IORA. Kedatangan Raja Salman banyak mendapat sorotan karena selain liputan media yang banyak, juga karena Arab Saudi memang kaya dan mampu untuk membantu negara lain,” ungkap Wapres.
Wapres berharap agar masyarakat tidak selalu membicarakan investasi negara asing seperti Arab Saudi di Indonesia, tetapi bagaimana negara ini harus banyak investasi di negara lain. Contohnya, tiap tahun ada sekitar 1,2 juta warga Indonesia yang berkunjung ke Arab Saudi, khususnya dalam hal ibadah haji dan umrah.
“Saya sangat setuju dengan tema pertemuan hari ini yaitu bersama membangun bangsa, karena ILS ini pada awalnya adalah suatu upaya memajukan bangsa dengan berpolitik. Karena politik ini merupakan kemampuan untuk membuat sesuatu untuk kemajuan bangsa,” tuturnya.
Wapres menekankan bahwa saat ini Indonesia sudah tidak mempermasalahkan politik, karena politik di Indonesia sudah cair, namun harus mulai melihat bagaimana membangun bangsa dari sisi ekonomi.
“Sejak dulu kita selalu berbicara tentang Pancasila, sebenarnya kalau kita lihat satu persatu lancar-lancar saja, hanya yang masalah itu pada sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, karena antara yang kaya dan miskin gap-nya terlalu jauh dan masih banyak orang miskin. Hanya dengan pembangunan ekonomi, maka hal ini dapat diperbaharui,” tegas Wapres.
Kemudian Wapres menjelaskan, Indonesia berada pada posisi ke-3 negara dengan kesenjangan paling tinggi setelah Rusia dan Thailand. Disamping itu, Indonesia juga sudah beberapa kali terkena konflik besar yang korbannya lebih dari 1.000 orang, semuanya disebabkan karena ketidakadilan, seperti konflik Aceh dan Poso. Bahaya kesenjangan di Indonesia lebih besar dibandingkan negara lain seperti Thailand, karena di negara tersebut rakyat kaya dan miskin bersatu dan berasal dari etnis yang relatif sama, sedangkan di Indonesia kaya dan miskin berjauhan dan etnisnya pun berbeda. Oleh karena itu, Wapres berpesan, kalau negara Indonesia ingin damai, maka negara harus maju bersama dan adil merata.
“Bicaralah Indonesia yang maju secara bersama-sama, jangan terlalu masalahkan urusan politik dan kekuasaan. Semoga Rakernas memberikan inspirasi dengan semangat untuk maju dan mendorong keadilan sosial bagi luruh rakyat Indonesia,” tutup Wapres.
Sebelumnya, Ketua Umum ILS, Alwi Hamu dalam laporannya mengatakan, kegiatan Rekernas dilaksanakan untuk menyusun laporan-laporan tahun 2017 dan tahun 2018. Rekernas dihadiri 32 perwakilan daerah dan empat perwakilan dari luar negeri yaitu dari Taiwan, Hongkong, Singapura, dan China.
Institut Lembang Sembilan awalnya dibentuk untuk mendukung Bapak Yusuf Kalla pada Konvensi Nasional Golkar mencari Capres pada tahun 2003, kemudian berlanjut menjadi Tim Kampanye Nasional SBY-JK, selanjutnya di bawah pimpinan Bapak M. Abduh dan Bapak Tanri Abeng dibentuk think thank dari pemerintah SBY-JK,” jelasnya.
Program-program berdasarkan tagline pada awalnya adalah “Bersama membangun Bangsa”, kemudian selanjutnya berubah menjadi “Mengindonesiakan Indonesia”, maksudnya agar Indonesia menjadi milik bangsa Indonesia sendiri bukan milik asing, dan bagaimana bisa melakukan riset dan teknologi dengan meningkatkan kemampuan untuk kepentingan rakyat Indonesia.
REPORTER : YUSUF STEFANUS
EDITOR : DICKY ZULKIFLY