Said Aqil : Dakwah Harus Kedepankan Kedamaian

Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bersama Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr KH Said Aqil Siradj MA

PURWAKARTA, HeadlineJabar.com
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA., mengimbau agar cara berdakwah selalu mengedapankan ketenangan dan kedamaian. “Lihat cara berdakwah Rasulullah yang selalu mengedepankan ketenangan dan kedamaian, seperti yang beliau lakukan ketika berdakwah di Mekkah,” kata Aqil, ketika berceramah di Pendopo Purwakarta dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Senin (14/12).

Baca Juga  Wapres Terima Kunjungan Bos Chevron

Menurutnya, selama 13 tahun berdakwah, Rasulullah tidak langsung menghancurkan berhala terlebih dahulu. Namun, beliau selalu lebih mengedepankan ketenangan dalam berdakwah.

Rasulullah, kata Aqil melanjutkan, berusaha menghormati budaya. Seperti yang beliau lakukan di Madinah, dengan tetap menghormati peradaban dan membangun asimilasi budaya karena di sana banyak suku bangsa baik yang muslim maupun non muslim. “Rasulullah selalu memperlakukan masyarakatnya sama, tidak menghendaki permusuhan kecuali yang melanggar hukum,” ujarnya.

Di Indonesia pun seharusnya demikian, penyebaran Islam jangan sampai meninggalkan pendekatan budaya dan tidak menimbulkan perang apalagi pertumpahan darah.. Mengingat Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya. “Islam adalah agama terbuka dengan budaya. Islam datang sejak berdirinya Majapahit, dan berkembang menggunakan pendekatan budaya tanpa adanya paksaan,” kata Aqil.

Baca Juga  Presiden Jokowi : Indonesia Tindak Tegas Aksi Illegal Fishing

Ketua PBNU ini juga mengomentari tudingan darurat akidah dari Front Pembela Islam (FPI) terhadap Purwakarta dan masyarakatnya. Aqil meminta masyarakat Purwakarta tak menghiraukan tudingan tak berdasar tersebut agar tidak memicu konflik. “Tapi, kalau memang meresahkan dan memprovokasi, lebih baik ormas seperti itu (FPI) dibubarkan saja,” ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Bupati Purwakarta, H. Dedi Mulyadi, SH., menganggap budaya Sunda itu tidak pernah bertentangan dengan ajaran Islam. Dia berharap tidak terjadi salah tafsir ketika budaya dipakai dalam ber-Islam “Contohnya, masyarakat Sunda yang membangun persenyawaan diri dengan alam, seperti tanah, air, udara, dan matahari. Ini budaya. Dari persenyawaan tersebut lahirlah bentuk kepasrahan kepada qadha dan qadar,” kata Dedi.(jem)

Baca Juga  Peneliti Dunia Tertarik dengan Sispen Purwakarta