Hampir satu bulan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan anak buah kapal dari Brahma 12 disandera oleh milisi Abu Sayyaf di perairan Filipina. Belum selesai masalah ABK Brahma 12, belum lagi bebas Pemerintah Indonesia kembali dibuat pusing dengan ditawannya empat warga negara Indonesia yang merupakan ABK dari Kapal Tunda Henry dan Kapal Tongkang Cristi yang dalam perjalanan menuju Tarakan.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa pihaknya masih terus berupaya melakukan komunikasi dengan Pemerintah Filipina terkait proses Finalisasi.
“Soal Abu Sayyaf, kita masih monitor, yang 10 orang oleh perusahaan sedang melakukan finalisasi artinya uang tebusan dari perusahaan sedang kita usahakan ,tunggu saja hasilnya,” ungkap Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Rabu (20/4/2016).
Di singgung soal kondisi sandera, Luhut menegaskan seluruhnya dalam kondisi baik. Untuk empat sandera, lanjutnya, masih diteliti terkait permintaan uang tebusan atau terkait masalah politik.
“Kondisinya menurut mereka masih baik dari hasil pembicaraan telepon hari kemarin. UU Filipina tidak membolehkan tentara asing masuk ke teritori wilayah mereka. Lalu yang 4 itu masih kita teliti karena kita melihat apakah ini ada kaitan politik atau sekedar masalah duit tebusan seperti di Somalia kita belum tahu kita sedang dalami,” terangnya.
Luhut juga menegaskan pemerintah meningkatkan pengamanan di jalur laut. Salah satunya dengan gerakan patroli bersama antara Indonesia, Malaysia dan Filipina. Sementara terkait masalah tebusan, hal itu menjadi urusan perusahaan.
“Pengamanan laut, saya sampaikan tanggl 3 nanti Menlu Filipina Malaysia akan ketemu dengan Menlu Retno Marsudi dan Panglima angkatan bersenjata mereka akan bertemu dengan Jenderal Gatot Nurmantyo untuk laksanakan patroli bersama, untuk menghindari tindakan-tindakan seperti di pantai Somalia,” tutupnya.(*)