MPBI : Tsunami Disebabkan Oleh Tiga Hal

Foto : MPBI : Tsunami Disebabkan Oleh Tiga Hal

BANTEN, headlinejabar.com

Gelombang tsunami di Anyer, Masyarakat tidak merasakan gempa seperti kejadian tsunami yang biasanya terjadi,usai tsunami sepanjang pesisir pantai Anyer Porak poranda (24/12).

Anggota Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Wignyo Adiyoso menyampaikan, secara teori tsunami disebabkan oleh tiga hal, yakni gempa bumi, tanah longsor di dalam laut dan letusan gunung api di bawah laut maupun di pulau. Untuk tsunami Anyer disebabkan adanya longsor di dalam laut.

Baca Juga  HUT ke-54, Jasa Tirta II Ajak Masyarakat Berkolaborasi

“Kejadian ini juga pernah terjadi pada tahun 1958 di Alaska saat 81 juta ton es dan batuan jatuh ke Teluk Lituya dan menibulkan tsunami ke sepanjang teluk dengan tinggi gelombang mencapai 350-500 meter,” jelas Wignyo dalam keterangan terulisnya,

Wignyo yang juga penulis buku Buku Manajemen Bencana: Pengantar & Isu-isu Strategis menyampaikan, longsor di dasar laut menyebabkan gempa lambat dan tidak menimbulkan getaran. Inilah yang menyebabkan masyarakat di sekitar Anyer tak merasakan gempa apapun.

Baca Juga  Wapres JK : Tak Ada Tebusan untuk Pembebasan 10 Sandera WNI Abu Sayyaf

“Karena struktur dasar laut banyak sedimentasi palung menyebabkan gempa lambat. Bahayanya, ada kemungkinan terjadi gempa dalam laut yang getarannya mungkin tidak akan dirasakan di daratan, tapi dampak tsunaminya lebih dahsyat. Ini sering dikenal silent tsunami,” ujar

Lulusan Kebijakan dan Manajemen Bencana dari Universitas Ritsumeikan, Jepang ini menuturkan, kejadian serupa juga pernah melanda Chile pada 1960. Gempa berkekuatan 9,5 skala richter ini tidak hanya di Chile, tapi juga di Hilo Hawai dan Jepang serta bebera negara di Pasifik.

Baca Juga  Pencemaran Lingkungan di Karawang Tinggi

“Karena tidak merasakan gempa, masyarakat di Hawai dan Jepang tidak melakukan evakuasi. Di Hawai meninggal 61 orang dan di Jepang 138 orang,” katanya.

Belajar dari tsunami Anyer dan Chile, Wignyo menuturkan pentingnya memiliki budaya tsunami. Dengan begitu, masyarakat yang berada di daerah pesisir arau kawasan rawan tsunami sudah paham caranya menyelamatkan diri. (yus/eka)