Bebas Penundaan DAU, Keuangan Purwakarta Dinilai Sehat
Foto : Ilustrasi uang pecahan seratur ribu rupiah Bank Indonesia.(Istimewa)
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Berdasar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No125/PMK.07/2016 tanggal 16 Agustus 2016 Tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2016, ada 169 daerah terkena kebijakan penundaan penyaluran sebagian DAU.
Peneliti Senior Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Idil Akbar menilai, dalam penundaan DAU ini bisa dilihat dari dua aspek penting. Pertama, terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.
Kedua, merujuk ketahanan keuangan negara yang ada saat ini. Berdasarkan kedua aspek ini menurut Idil, relevan untuk dilakukan jika melihat kondisi keuangan negara yang tergolong belum stabil.
“Sehingga dalam hal ini, daerah terutama dengan tingkat kapasitas fiskal dan kebutuhan belanja sangat tinggi hingga sedang, perlu sama-sama melakukan penghematan dan pengetatan anggaran daerah,” kata Idil, dalam keterangan tertulis yang dikirim pada Jumat (26/8/2016).
Baca Juga : Penyaluran DAU 169 Daerah Ditunda
Salah satu daerah yang terbebas dari penundaan DAU, antara lain Kabupaten Purwakarta. “Dalam hal ini saya kira Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, dapat dijadikan contoh. Bagaimana dirinya mampu menjadikan Purwakarta sebagai daerah dengan investasi tertinggi di Jawa Barat,” papar Idil.
Atau, bagaimana Bupati Dedi juga memangkas beberapa anggaran perjalanan dinas, memangkas pembelian peralatan kantor, bahkan melakukan merger beberapa sekolah dasar hingga bisa menghemat anggaran daerah.
“Jadi saya kira daerah bisa melakukan semua kebijakan secara kreatif dan inovatif asal punya keberanian untuk itu,” terang dia.
Tertera dalam PMK, disebutkan penentuan daerah dan besaran penundaan penyaluran sebagian DAU sebagaimana dimaksud, didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas di daerah pada akhir tahun 2016, yang dikategorikan sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, dan sedang.
“Atas dasar ini pula menurut saya yang tak kalah penting adalah mengenai bagaimana aspek kepemimpinan daerahnya, terutama bagaimana memanage keuangan daerah agar tidak terjadi pemborosan,” beber Idil.
Kepala daerah harus sudah mulai memikirkan prioritas pembangunan, merekonstruksi anggaran daerah yang lebih efisien dan orientatif. Melakukan penghematan dalam konteks memenuhi kebutuhan rakyat daerah dan sebagainya.
“Jadi bukan hanya sekedar membuat kebijakan yang besar dan bagus bagi pencitraan,” tulis Idil.
Kebijakan pemerintah ini juga menjadi tantangan bagi daerah untuk lebih kreatif inovatif di dalam memperoleh pendapatan lainnya yang dibenarkan secara UU di luar DAU atau lebih menjaga keuangan daerah agar lebih hemat dan dipergunakan secara efisien.(*)
Editor : Dicky Zulkifly