Tekan Suspek DBD, Peran Jumantik di Sukabumi Lebih Diintensifkan
Foto : Ilustrasi Nyamuk Aedes Aegypti
SUKABUMI, headlinejabar.com
Antisifasi perkembangan suspek demam berdarah dengue (DBD), Puskesmas Selabatu Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat, mengintensifkan peran juru pemantau jentik (Jumantik) di setiap posyandu. Para Jumantik dibekali PSN Kit, bersamaan bekal materi pengenalan berbagai jenis nyamuk, utamanya aedes aegypti.
“Para Jumantik ini merupakan kader posyandu. Satu posyandu terdapat tiga kader jumantik yang kami bekali dengan PSN Kit, di antaranya terdiri dari lampu senter, lotion, dan peralatan lainnya,” kata Kepala Puskesmas Selabatu i Rusli didampingi Bagian Kesehatan Lingkungan Agung Takari, Kamis (25/2/2016).
Selama periode Januari-Februari 2016 ini, di wilayah Puskesmas Selabatu, temuan DBD sebanyak 8 kasus. Jumlahnya relatif turun dibandingkan 2015 lalu pada periode yang sama.
“Pada 2015, selama Januari-Februari temuannya sebanyak 13 kasus. Kalau secara kumulatif sebanyak 68 kasus. Jumlah temuan kasus pada 2015 cenderung menurun dibandingkan pada 2014 sebanyak 70 kasus. Selama periode Januari-Februari 2016, dari 8 kasus, sebanyak 2 di antaranya murni terjadi di wilayah tempat tinggal mereka. Sedangkan sisanya sebanyak 6 kasus merupakan bawaaan dari luar,” tambah Suhendro.
Meskipun periode tahun ini jumlah kasus DBD di wilayah Puskesmas Selabatu cenderung turun, tetapi tidak mengendurkan upaya-upaya antisipasi makin mewabahnya penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegipty. Apalagi sesuai prediksi, puncak wabah DBD terjadi pada Maret atau April. “Sebetulnya masa-masa kritis mewabahnya DBD itu ketika musim pancaroba, seperti dari musim kemarau ke musim hujan atau dari musim hujan ke musim kemarau,” terangnya.
Tim dari Puskesmas Selabatu selalu menindaklanjuti setiap kali terjadi wabah DBD di suatu tempat. Hanya saja Suhendro menyarankan agar fogging tidak menjadi solusi utama menekan wabah DBD. “Terpenting, untuk memberantas DBD itu adalah kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) berupa 3 M Plus, yakni menutup, mengubur, dan menguras. Sebelum dilaksanakan fogging kita juga melakukan penelitian epideminologi untuk mengetahui kapan dan di mana terjadinya serangan DBD,” tuturnya.
Suhendro tak menampik Kecamatan Cikole dulunya merupakan daerah rawan endemik DBD. Hanya saja, saat ini trennya bergeser ke Kecamatan Baros. “Dulu, Kecamatan Cikole paling tinggi temuan kasus DBD. Sekarang beralih ke Kecamatan Baros,” pungkasnya.(rir/dzi)