Pemuda Bertato Menangis di Pangkuan Dedi Mulyadi

Foto : Pemuda Bertato Menangis di Pangkuan Dedi Mulyadi

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Seorang pemuda menarik perhatian Dedi Mulyadi saat berada di atas panggung acara paturay tineung bersama warga Darangdan – Bojong. Acara itu digelar di Lapangan Sempurnunggal, Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan, Purwakarta, Sabtu (3/2/2018) malam.

Pemuda tersebut tampak memiliki tato di bagian lengan dan kaki. Uniknya, ia juga terlihat memegang sebuah botol susu untuk bayi.

“Kadieu kang (kesini kang), duh penampilan tato ala punk tapi hatinya pink ini, salut pisan,” kata Dedi bercanda.

Baca Juga  Kadeudeuh Puluhan Juta untuk Guru dan Petugas Kebersihan Tanpa Status di Purwakarta

Pemuda tersebut menyebutkan identitasnya. Ia mengaku bernama Jajang (22) warga Kabupaten Bandung Barat yang mempersunting seorang gadis di Desa Linggasari. Sehari-hari, ia berprofesi sebagai pelukis rumah dengan bayaran Rp80 ribu.

Sementara sang istri, Iis Juliana (20) bekerja sebagai pegawai rumah makan di Jatiluhur dengan penghasilan Rp800 ribu per bulan

“Kerja mah tergantung order Pak, kalau istri mah penghasilannya rutin per bulan,” tuturnya.

Baca Juga  Awali Rangkaian Hari Jadi, Pemkab Purwakarta Gelar Mitembiyan

Dedi dan beberapa warga yang hadir memberikan sumbangan kepada Jajang untuk membuka usaha. Hasilnya, terkumpul uang Rp10 Juta. Jajang ternyata lebih memilih menggunakan uang tersebut untuk beternak domba.

“Serius kamu mau ternak domba?,” tanya Dedi yang dijawab anggukan oleh Jajang.

Jajang beserta istri tampak menangis dalam pelukan Bupati Purwakarta dua periode itu. Sang istri yang menggendong anaknya itu bahkan terlihat histeris.

Baca Juga  Warga di Depok Geram Proyek Drainase Bahayakan Pengguna Jalan

Dedi kemudian memberikan amanah kepada Jajang bahwa modal tersebut merupakan kenangan dari dirinya dan warga Purwakarta. Ia meminta agar Jajang memanfaatkan modal tersebut dengan baik.

“Ini kenangan, mohon dimanfaatkan dengan baik,” pungkasnya.

Momen tersebut bukanlah momen puncak. Saat Dedi turun panggung, ia disambut dengan tangisan histeris warga yang hadir. Mereka bersedih karena Dedi tidak akan lagi memimpin Purwakarta.