Pelayanan Publik di Depok Dapat Rapor Merah
Foto : Ilustrasi.ISTIMEWA
DEPOK, headlinejabar.com
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Prof Adrianus Eliasta Meliala mengatakan, ORI telah selesai melakukan survey kepatuhan kepada 600 satuan kerja untuk tahun 2016. Satuan kerja yang dinilai mulai dari kementerian, lembaga, badan dan seluruh Pemda (provinsi, kabupaten kota) hingga kecamatan.
Setiap satuan kerja memiliki standard pelayanan minimum. Survey Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik diatur didalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pelayanan Publik. Survey ini bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat kepatuhan penyelenggara pelayanan publik dalam mematuhi kewajibannya dalam pelayanan publik.
Didalam pelayanan Rumah Sakit misalnya sejauh mana satu pasien sudah diberitahukan mengenai maklumat pelayanan, memberikan informasi mengenai lama proses, berapa tarifnya dan seterusnya. Kepatuhan terhadap penyelengaraan pelayanan publik inilah yang dinilai dan penilaiannya dibagi kedalam tiga ketegori yaitu zona hijau, zona kuning dan zona merah.
“Kalau sebuah satuan kerja mendapat nilai zona hijau berarti kepatuhan tinggi, zona kuning kepatuhan sedang, dan zona merah kepatuhan rendah,” kata Adrianus, jumat (18/11/2016).
“Dan kami masih menunggu jadwal Presiden, karena Presiden sendiri nanti yang akan mengumumkan sekaligus memberikan hadiah sertifikat kepada mereka-mereka yang kami beri nilai zona hijau,” katanya.
Untuk Kota Depok peringkat satu terburuk dalam kepatuhan pelayanan publik adalah Dinas Pendidikan Kota Depok, peringkat kedua adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, peringkat ketiga adalah Satpol PP Kota Depok.
“Dari semua Lembaga dan Badan yang mempunya hanya satu Satker adalah BPN. Jadi BPN ini memang luar biasa kacau, dari sisi dikeluhkannya,” ungkapnya.
Apalagi lanjutnya saat ini muncul kebijakan Pemerintah bebas pungli untuk semua pelayanan publik. Jika ditinjau dari keluhan masyarakat tentang BPN Kota Depok mereka banyak mengeluhkan mengenai pengeluaran sertifikat yang lambat, dan masih tinggi dari sisi minta duitnya (Pungli). Mulai dari formulir, mengukur, legalisir, dan mengambil sertifkat.
“Begitu kita masukkan berkas aja udah duit, mau mempercepat duit, menanyakan sejauhmana progresnya duit, semua duit. Sehingga sudah masuk keranah pungli itu. Inilah salah satu faktor kenapa BPN Kota Depok kami beri zona merah,” paparnya
“Memang yang diadukan kepada kami itu umumnya yang gede-gede. Dia dimintain uang jutaan rupiah baru mengadu ke kami. Lalu bagaimana dengan yang hanya ratusan ribu, itu kan malas diadukan ke kami yang kami yakin jumlahnya pasti jauh lebih besar,” ujarnya.
Kemudian mengenai pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol. Kata dia, pihaknya banyak sekali menerima keluhan masyarakat terkait pembebasan lahan untuk proyek jalan tol Cijago. Mulai dari pembebasan, pembayaran ganti rugi dan harga pasaran. Bahkan ada indikasi korupsi dalam rangka pembebasan tanah jalan tol Cijago.
Belum lagi harga pasaran yang ditaksir oleh tim appraisal memang unbelievable alias aneh bin ajaib. Contoh kasus ada tanah yang berdampingan tetapi harganya luar biasa berbeda.
“Begitu kami panggil tim appraisal, memang begitu katanya. Lho jelasin donk dasarnya, mengapa tanah berdampingan bisa beda jauh harganya. Kami menduga ada main ini pihak appraisal dengan BPN,” pungkasnya.
Begitu juga kasus pembebasan lahan proyek tol Cijago tahap 3 di kawasan Kukusan, Kec. Beji. Sehingga beban biaya ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat tetapi juga oleh developer karena mereka tidak dapat melaksanakan pembangunan dengan full speed. Dari sisi masyarakat yang seharusnya mereka sudah mendapatkan ganti rugi tidak kunjung turun.
“Biasanya yang menikmati itu adalah regulator, yakni Pemerintah dan orang-orangnya. Developer mendapat tekanan dari Investor karena tak kunjung medapatkan revenue. Nah yang tidak ada ruginya siapa? Regulator,” ucapnya.
Tahun depan pihaknya akan masuk kepada survey indeks pelayanan publik, dimana pihaknya bisa mengukur semua Kementerian, Lembaga, Badan dan Pemda dari sisi sejauhmana memuaskan publik.
“Semoga hasil cocok dengan kepatuhan,” tutupnya.
Reporter : Yopi Setyabudi
Editor : Dicky Zulkifly