Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tak terbukti bersalah dalam perkara penistaan agama yang dituduhkan kelompok pengajian Manhajush Sholihin Purwakarta. Bupati Dedi sempat dilaporkan oleh kelompok ini ke Polda Jawa Barat terkait tuduhan penistaan agama.
Dedi dinyatakan tak bersalah pascaperkaranya melalui tahapan pemeriksaan sampai gelar perkara yang melibatkan saksi ahli Majelis Ulama Indonesia (MUI), ahli bahasa, dan akademisi.
Polda Jawa Barat melalui surat No B/278/IV/2016 menyatakan, tindak pidana sebagaimana dituduhkan oleh kelompok pengajian Manhajush Sholihin pimpinan Muhammad Syahid Joban, anak deklarator FPI Purwakarta Abdullah Joban, dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana.
Sebelumnya tuduhan dilaporkan kelompk pengajian itu seputar dugaan penistaan agama. Manhajush Sholihin Purwakarta turut melaporkann beberapa buku yang ditulis oleh Dedi Mulyadi. Antara lain buku “Kang Dedi Menyapa Jilid I”, “Kang Dedi Menyapa Jilid II” dan “Spirit Budaya”.
“Buku-buku yang dilaporkan itu semata gagasan berpikir jadi kalau dianggap penistaan agama, saya kira berlebihan. Tetapi saya menghormati penuh kewenangan penegak hukum. Jadi selama ini saya hanya menunggu keputusan Polda saja,” kata Dedi kepada sejumlah awak media di Purwakarta, Selasa (19/4/2016).
Selama ini dirinya hanya berusaha menuangkan gagasan berfikir melalui tulisan didalam buku. Sehingga, ranah bahasannya akademik bukan ranah hukum. Menurutnya apabila dipandang perlu untuk dilakukan pengujian dapat melalui kajian diskusi atau seminar sehingga dapat dicapai dialektika akademik yang sesuai dengan metodologi ilmiah.
Dirinya sama sekali tidak merasa terganggu dengan adanya laporan dari ustad muda yang sebenarnya termasuk warganya juga. Dia mengaku lebih memilih untuk fokus bekerja menyelesaikan program pembangunan di Kabupaten Purwakarta.
“Untuk menilai buku saya kan sudah banyak ahli itu menjadi ranah Polda untuk mengolahnya jadi saya fokus saja bekerja karena saya percaya kepada pihak kepolisian,” terang Dedi.
Dedi menilai, siapapun dapat mendapatkan buku yang dinilai kontroversi itu di Humas Pemkab Purwakarta.
“Sengaja saya simpan di Kantor Humas agar siapapun dapat membaca. Bahkan membawanya pulang dan itu gratis. Toh buku-buku yang lebih “nyeleneh” dari buku saya pun banyak dijual bebas di toko-toko buku,” tutup Dedi.(*)