Komisi II DPRD Purwakarta Sebut Zero KJA Hal yang ‘Mustahil’
Foto : KJA Jatiluhur.ISTIMEWA
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Ketua Komisi II DPRD Purwakarta, Jawa Barat, Asep Saepul Milah menyebut sterilisasi Waduk Ir H Djuanda Jatiluhur menjadi zero keramba jaring apung (KJA), merupakan hal yang “mustahil”.
Disebut mustahil karena kebijakan tersebut berbenturan dengan perda perubahan tentang retribusi izin usaha perikanan yang baru saja disahkan.
“Kan ada perdanya. Walaupun titik tekannya ke retribusi, tetapi perda ini juga mengikat jumlah KJA. Perda ini juga fokus pada upaya meminimalisir secara bertahap,” tutur Milah kepada hedalinejabar.com, Selasa (7/2/2017).
Pada saat merencanakan perda dimaksud, DPRD melibatkan seluruh leading sector terkait. Mulai Perum Jasa Tirta (PJT) II, Dinas Perikanan dan Peternakan, Bagian Hukum Pemda, Bagian Hukum DPRD, dan Komisi II DPRD Purwakarta.
“Dan perda ini mesti jadi solusi. Semula dalam perda lama, perorang pengusaha atau petani dibatasi hanya 20 kepemilikan petak KJA. Dalam perda baru, maksimal hanya delapan petak KJA perorang,” lanjut Milah.
Setidaknya ada pengurangan kepemilikan 12 petak KJA per satu orang pengusaha maupun petani. Meski pada kenyataan, di lapangan banyak ditemui pengusaha yang memiliki lebih dari 20 petak KJA.
“Katakanlah, sekarang ada 200 petani atau pengusaha di Waduk Jatiluhur dengan masing-masing memiliki 20 petak KJA. Ada 40 ribu KJA mengapung di waduk. Berbeda jika dibatasi jadi delapan petak saja perorang, jumlahnya jadi tambah sedikit, hanya 1.600 petak KJA,” jelas Milah.
Ke depan, pemerintah daerah bisa kembali melakukan minimalisir. Jumlah KJA di Jatiluhur akan semakin berkuranh. Cara seperti ini, kata Milah, sebagai solusi penertiban tanpa merugikan pengusaha dan petani KJA.
“Sebetulnya perda ini solusi. Dari 20 jadi delapan petak, ini kan hilang 12 petak. Kalau solusinya dizerokan, ini menurut saya tidak mungkin. Butuh waktu. Makanya dikurangi secara bertahap,” beber Milah.
Permasalahan lain, satu petak KJA ketika ditertibkan membutuhkan anggaran sampai Rp600 ribu. Besaran anggaran yang dibutuhkan bakal membengkak, jika dikalikan dengan jumlah KJA yang ada.
“Bayangkan penegakan kebijakan seperti ini. Butuh biaya. Makanya kita kasih solusi minimalisir dulu. Melalui perda perubahan,” ujar dia.
EDITOR : DICKY ZULKIFLY