Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) selama ini beralasan, terkait naiknya iuran disebabkan beberapa faktor. Banyaknya peserta mandiri yang menunggak iuran premi hingga satu tahun.
Kepala Departemen Hukum Komunikasi Publik Kepatuhan dan Keuangan Divisi Regional IV Jabodetabek, Radiatun, mengungkapkan di area Jabodetabek rata-rata jumlah peserta mandiri BPJS yang membayar hanya di kisaran 60 – 70 persen. Sisanya menunggak. Tidaak ada pembatasan, boleh peserta dari Depok dilayani di Jakarta, di Bogor juga boleh. Kalau data penunggak tentu ada. Di Depok 40 ribuan peserta belum bayar,” kata Radiatun saat ditemui headlinejabar.com, Selasa (22/3/2016).
Jumlah tunggakan masing-masing peserta bervariasi. Akibatnya tunggakan mereka terakumulasi hingga jutaan rupiah. Menurut Radiatun, umumnya pasien baru membayar premi saat sakit saja. Begitu sembuh, mereka menunggak iuran.
“Bervariasi, ada yang menunggak 2-3 bulan hingga satu tahun. Terakumulasi jumlahnya. Begitu rata-rata bayar saat sakit saja. Sekarang Perpes 19 tahun 2016 tak ada lagi denda iuran,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, bagi peserta yang menunggak mengalami sakit, kartu kepesertaannya baru aktif kembali ketika mereka sudah melunasi atau memenuhi kewajibannya.
“Bayar dulu, baru aktif lagi kartunya. Memang sekarang ini banyak dari mandiri kolektabilitas hanya 60 persen, 40 persen tak bayar. Jakarta bahkan 70 persen, sisanya enggak bayar,” papar Radiatun.
Berbagai jenis penyakit ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Penyakit akibat gaya hidup salah satu yang paling banyak diderita peserta BPJS dan menyerap klaim yang tinggi. Umumnya penyakit ini menyerang penderita akibat gaya hidup. Sebut saja diabetes, kolesterol, ginjal, hingga jantung.
“Penyakit-penyakit itu menyerap biaya banyak. Gagal ginjal, harus cuci darah. Lalu kanker, jantung perlu biaya tinggi, era saat ini eranya penyakit degenaratif karena gaya hidup,” jelasnya.(yog/dzi)