Dedi Mulyadi : Konflik Antar dan Internal Umat Beragama Tak Perlu Terjadi
Foto : Seminar Global Peace Youth Interfaith Assembly (GPYIA) di Auditorium Sunan Ampel, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (8/3/2016). Seminar ini mengangkat visi “Satu Berketuhanan”
SURABAYA, headlinejabar.com
Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Global Peace Youth Interfaith Assembly (GPYIA) di Auditorium Sunan Ampel, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (8/3/2016).
Global Peace Youth Interfaith Assembly merupakan pertemuan pemuda dari berbagai latar belakang suku dan keyakinan di seluruh dunia. Visi dari seminar ini adalah “Satu Berketuhanan”.
Menurut Dedi, bangsa Indonesia memiliki ideologi yang sangat kuat dalam konteks falsafahnya. Akan tetapi masih sekedar ramai dalam diskusi dan seminar bukan menghiasi konstitusi dalam rangka menata negara.
“Pancasila itu bukan simbol yang mati, ia ruh konstitusi sebab di dalamnya terdapat nilai kebangsaan yang mengedepankan kesetaraan tanpa memandang latar belakang suku, ras, agama atau pun bahasa,” kata Dedi.
Menjawab salah satu pertanyaan peserta seminar, Aziz (22) yang bertanya tentang mengapa seringkali di Negara Bhineka ini terjadi konflik atas nama agama, Dedi menjawab secara lugas bahwa sebenarnya sejak dahulu bangsa Indonesia memiliki pemahaman agama yang kuat yakni Agama Keadamaian. Maka jika bangsa Indonesia masih memegang teguh falsafah damai dalam tata cara beragama, konflik antar umat bahkan internal umat beragama tidak perlu terjadi.
“Prinsip saling menghormati dalam menjalankan ajaran dan kepercayaan masing-masing jangan hanya ada dalam teks undang-undang dasar, itu harus menjadi ruh interaksi kehidupan, menjadi tradisi dan kebudayaan,” tutur Dedi.
Dedi pun membahas tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan yang sudah dicontohkan oleh karuhun (orang terdahulu, red) Sunda bahkan Indonesia. Negara ini hanya dapat berdiri tegak menjadi sebuah negara dan tatanan sosial hanya karena nilai toleransi, Dedi bahkan mencontokan masuknya pemahaman keyakinan ditengah masyarakat Indonesia tanpa melalui kekerasan. Karakter inklusifitas religi hari ini ia katakan sudah sangat langka.
“Keyakinan baru selalu diterima dengan tangan terbuka oleh bangsa Indonesia jadi sejak dulu bangsa ini sudah toleran, jangan rusak toleransi itu dengan pemaksaan dalam berkeyakinan,” papar Dedi.
Pihak panitia acara ketika dikonfirmasi terkait dipilihnya Dedi Mulyadi sebagai salah satu pembicara mengatakan bahwa Dedi Mulyadi sudah menjadi ikon toleransi di Indonesia dan pengamal sejati nilai-nilai pancasila dalam konteks kebijakan dia selaku kepala daerah.
“Kang Dedi ini ikon lintas agama, ia konsisten memperjuangkan nilai toleransi walau banyak kecaman dari dari kaum fundamentalis konsevatif, anak-anak muda harus mendengarkan wejangan beliau, makanya kami undang kesini,” ujar Handika Surbakti selaku Ketua Panitia.
Selain Dedi Mulyadi, pihak panitia juga mengundang Chandra Setiawan, Romo Carolus, James Poon, dan tokoh lintas agama lainnya.(dzi)