Dedi Mulyadi Jawab Keluhan Warga Indramayu Soal Beras

Foto : Dedi Mulyadi mengunjungi Pasar Jatibarang, Kabupaten Indramayu.

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meneruskan kebiasaannya saat menjadi Bupati Purwakarta yakni berkeliling menemui pedagang di pasar.

Kali ini, Pasar Jatibarang, Kabupaten Indramayu menjadi sasaran silaturahmi pria yang lekat dengan iket Sunda jenis makutawangsa tersebut.

Di pasar ini, Dedi menerima banyak keluhan dari warga yang sedang berbelanja di salah satu pasar legendaris itu. Salah satunya, Tinah (45) yang mengeluhkan mahalnya harga beras. Padahal, Indramayu sebagai tempat kelahirannya, merupakan salah satu lumbung padi Jawa Barat, bahkan nasional.

Baca Juga  Ridwan Kamil Akan Rayakan Iduladha di Rumah Dinas

“Saya tuh bingung Kang Dedi, ini Indramayu katanya penghasil beras tapi kok saya beli beras mahal sekali,” keluhnya, Minggu (18/2/2018).

Keluhan yang sama juga terlontar dari sesama Ibu Rumah Tangga yang lain. Siti (38) juga mengeluhkan mahalnya harga beras. Padahal, selain mengurus rumah tangga, ia bekerja sampingan sebagai buruh tani di desanya.

Diakui Siti, beras dengan kualitas premium sangat jarang ia konsumsi. Penghasilan keluarga yang tidak seberapa menjadikan dia terpaksa mengkonsumsi beras sejahtera dalam setiap bulannya.

“Terpaksa nunggu raskin (sekarang rastra.red). Kalau beras bagus gak kebeli, uangnya gak cukup,” ujarnya agak menggerutu.

Baca Juga  Perhatian, Angkutan Umum dan Kendaraan Pribadi di Purwakarta Wajib Miliki Tempat Sampah

Keluhan mereka terjawab dengan solusi jangka panjang yang diberikan oleh calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Menurut dia, pola distribusi padi maupun beras dan pola pengupahan harus segera diubah.

Selama ini, kata Dedi, upah buruh mulai dari penanaman, pengangkutan dan penjemuran padi telah menjadikan biaya produksi membengkak. Ditambah, distribusi padi dan beras ke kota kemudian dikembalikan lagi ke desa semakin menambah pembengkakan biaya tersebut.

“Alur ini harus segera dibenahi. Masa sih, di daerah penghasil beras, kok berasnya mahal terus,” katanya.

Karena itu, lanjut dia, sistem pengupahan buruh tadi tidak boleh lagi berbasis uang tetapi harus berbasis bagi hasil panen. Ini untuk mempermudah para buruh tani menikmati hasil keringat mereka sendiri sehingga mereka tidak perlu membeli beras di pasar.

Baca Juga  PDAM Purwakarta Lakukan Normalisasi Aliran Air ke Pelanggan

Lebih jauh, pemerintah harus melakukan pemetaan kebutuhan beras di sebuah daerah. Dedi menekankan, beras tidak boleh keluar dari daerah penghasil sebelum kebutuhan daerah tersebut terpenuhi.

“Misalnya ada gabah 1000 ton, simpan dulu di daerah penghasil, dihitung berapa kebutuhan daerah itu, jangan dibawa dulu ke kota. Harga beras jadi mahal itu karena distribusi yang sangat panjang,” katanya.

EDITOR : DICKY ZULKIFLY