Dedi Mulyadi Jamin Kebebasan Keyakinan di Purwakarta
Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menunjukkan surat yang dikirim kepada Pemerintah Pusat tentang jaminan kebebasan berkeyakinan
PURWAKARTA, HeadlineJabar.com
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menjamin kebebasan berkeyakinan bagi warga masyarakat Purwakarta. Berbagai ritualitas kepercayaan dilegalkan untuk terlaksana, dengan syarat tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Orang nomor satu di Kabupaten Purwakarta ini pun turut menegaskan penyikapan dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bupati Purwakarta No 450 /2621/Kesra/2015 tentang Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Keyakinan.
Selain mengeluarkan edaran, Bupati Dedi turut berkirim surat tertanggal 28 Oktober 2015 kepada Presiden RI, MPR RI, DPR RI, DPD RI, Menkopolhukam, dan Mendagri.
Isi surat tersebut meminta unsur pemerintah pusat untuk mengeluarkan sebuah jaminan berupa peraturan yang diamanatkan dalam sebuah undang-undang (UU). Dedi menginginkan, pemerintah memberikan perlindungan kepada segenap warga negara Indonesia yang memiliki agama di luar yang telah diatur oleh UU. Dalam hal ini, ada 6 agama yang dilegalkan secara hukum formal.
“Di Indonesia ini ada 600 aliran dan bahasa yang tersebar di seluruh wilayah suku dan bangsa.
Dampak tidak adanya pengakuan, mereka rata-rata tidak memiliki KTP, KK, dan akta kelahiran. Artinya mereka tidak tercatat sebagai WNI, padahal asli WNI,” jelas Dedi, dalam konferensi pers belum lama ini.
Di era kepemimpinan Presiden Jokowi, ditilai Dedi, warga yang tidak memiliki agama formal, kolom agamanya dikosongkan. Menurutnya, tidak perlu kolom agama bagi pemeluk kepercayaan tertentu dikosongkan. Karena ini sebagai bagian dari penghormatan negara.
“Di Purwakarta belum ada pertentangan sampai saat ini. Hanya baru muncul aspirasi. Kelompok yang merasa gelisah. Kami tidak menginginkan keyakinan kelompok tertentu terganggu dengan kegaduhan. Dipersilahkan meyakini keyakinan asal tidak mengganggu ketertiban umum,” ungkap Dedi.
Kebijakan yang terkesan plural tersebut, didorong Dedi sesuai dengan amanat Pasal 29 UUD 1945. Dimana warga negara bebas menghendaki dan meyakini kepercayaannya masing-masing. Dengan demikian, sejak awal kebebasan berkeyakinan sudah diatur dan diakui negara secara komprehensif.
“Termasuk untuk membangun tempat peribadatan. Individu masing-masih yang berhak membuat tempat peribadatan,” ucapnya.
Baru-baru ini santer muncul isu sara antara pertentangan kelompok Suni dan Syiah. Di Purwakarta, Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Kabupaten Purwakarta diketuai oleh Awod Abdul Ghadir akan melaksanakan deklarasi anti Syiah pada Minggu (15/11/2015) nanti di UPI Purwakarta.
Namun, Bupati Dedi mengaku tidak akan hadir dalam deklarasi tersebut. Bahkan, tidak akan mengirimkan delegasi utusan dari Pemkab. Di sisi lain pihaknya sudah berkoordinasi dengan unsur Polri dan TNI yang juga tidak memberikan rekomendasi izin pelaksanaan deklarasi. Secara kelembagaan, Pemkab dan TNI Polri menyepakati untuk tidak ada pembubaran ritualitas.
“Polisi tidak memberikan izin rekomendasi kegiatan. Sementara Pemkab tidak berwenang mengeluarkan rekomendasi izin. Saya dalam deklarasi diundang, tapi tidak akan hadir, dan tidak akan mengirim utusan atau perwakilan. Artinya saya tidak sependapat dengan pendapat itu (deklarasi anti Syiah),” jelas Dedi.
Dedi menegaskan, melindungi bagi mereka yang berkeyakinan apapun, untuk melaksanakan kegiatan ibadahnyah. Terkait dengan isu perkembangan Syiah, Pemkab belum mengetahui jumlah pengikut Syiah di Purwakarta.
“Ada dan sudah berkirim surat. Mereka memohon perlindungan. Mereka meminta untuk bebas berkeyakinan. Kebebasan untuk menyatakan pendapat itu dijamin UU, selama isinya tidak mengumbar kebencian. Kalau hanya sebatas argumentasi tidak masalah. Tetapi jika mengarah pada konsolidasi, swiping, maka itu berhadapan dengan negara,” tegas Dedi.(dzi)