Dedi Mulyadi: Generasi Millenial Tidak Boleh Utamakan Gaya

Foto : Dedi Mulyadi: Generasi Millenial Tidak Boleh Utamakan Gaya

KARAWANG, headlinejabar.com

Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menemukan fenomena kekinian di era millenial. Dia bertemu dengan Yusuf (15), remaja dari Desa Ciwaringin, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang.

Dalam sebuah pertemuan singkat, orang tua Yusuf, Sanih (37) menceritakan harus bekerja mati-matian menjadi buruh tani. Dia menerima upah atas pekerjaannya dengan sistem ‘maro’ atau bagi hasil.

Dia pun mengaku pernah memiliki beberapa ekor domba namun terpaksa dijual untuk menutupi biaya sekolah anaknya tersebut.

Baca Juga  Pemprov Jabar Intens Percepat Realisasi Anggaran Penanganan COVID-19

“Dijual kang, karena butuh buat biaya sekolah Yusuf,” ungkap Sanih, Jum’at (23/2) di kediamannya.

Yusuf kurang memiliki empati atas kesulitan yang dialami oleh orang tuanya. Dia lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermain. Sang ayah, Dasip (45) memiliki keterbatasan fisik, karenanya dia sulit berjalan. Begitupun dengan Sanih, terdapat benjolan di hidungnya sejak lahir.

Mendengar keluhan itu, pria yang dikenal memiliki sifat dermawan itu memanggil Yusuf. Kepadanya, Dedi Mulyadi mengatakan bahwa kebiasaan buruknya tersebut harus segera diubah.

Baca Juga  Ketum Manhajush Sholihin Tabayyun Temui Dedi Mulyadi

Generasi millenial, kata dia, tidak boleh banyak mengutamakan gaya dengan menghabiskan waktu untuk bermain. Sementara, kedua orang tuanya membutuhkan bantuan di rumah.

“Gak usah malu membantu orang tua, jangan kedepanin gaya, lebih baik bekerja keras,” katanya memberi wejangan.

Menurut Dedi, kedua orang tua Yusuf merupakan sosok hebat karena berjuang untuk anaknya di tengah kondisi serba kekurangan. Dia meminta bocah yang duduk di bangku SMP itu untuk meniru sikap tersebut.

“Ibu bapak kamu itu hebat, di tengah kondisi kekurangan, rela jual domba untuk biaya sekolah,” ujarnya.

Baca Juga  Satu RW di Kelurahan Situsaeur Kota Bandung Role Model Kampung KB

Penguatan Sistem ‘Maro’

Buruh tani dengan sistem upah ‘maro’ atau bagi hasil, menurut Dedi, memang memiliki kelambatan untuk mendapatkan upah. Pasalnya, mereka harus menunggu musim panen tiba untuk menikmati hasil keringat mereka sendiri.

Karena itu, dia berpendapat, perlu penguatan para buruh tani dengan memberikan hewan ternak sebagai usaha tambahan.

“Maro ini kan kadang lambat dapat hasil. Jadi, harus dikuatkan dengan usaha peternakan,” cetusnya.