DAS Citarum di Mata Dunia Sungai paling Tercemar

Foto : BPLHD Jabar dan BLH Kota Sukabumi sedang sosialisasi pengelolaan limbah cair dan limbah B3 serta hasil pengawasan pelaksanaan dokumen, di Sebuah Hotel Selasa (15/12/2015)

SUKABUMI, HeadlineJabar.com
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (BPLHD) Provinsi Jabar Dince S Tresna mengatakan tahun 2016 akan fokus terhadap tingkat pengawasan pencemaran di daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, pasalnya sungai sepanjang 77 Kilometer yang melintasi 9 Kota/Kabupaten di Jawabarat dikenal di mata internasional sebagai sungai terkotor di dunia.

“Das Citarum merupakan sungai dengan kategori darurat pencemaran, Sungai yang terletak di Jabar ini menjadi skala prioritas penanganan pemprov dan pemerintah pusat,” Jelas Dince wartawan, Usai Sosialisasi pengelolaan limbah cair dan limbah B3 serta hasil pengawasan pelaksanaan dokumen di salah satu hotel, di Kota Sukabumi belum lama ini.

Parahnya lagi, DAS Citarum menjadi bahan tulisan dibeberapa media asing yang menyatakan sungai yang paling kotor didunia. Untuk itu pemerintah menyebutnya pencemaran air sungai Citarum demikian beratnya.

Baca Juga  Tajug Gede Cilodong Dipakai Jumatan Perdana Minggu Ini

Terlebih  tingkat pencemaran di DAS Citarum mulai terdeteksi sejak 1980-an, seiring marak berdirinya industri. Kontributor terbesar pencemaran di DAS Citarum mayoritas berasal dari limbah industri tekstil yang berada pada segmen 0-20 kilometer.

“Industri tekstil itu di antaranya menyumbang limbah zat pewarna, termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Selain itu, seiring perkembangan jumlah penduduk, aliran Sungai Citarum juga mulai tercemar limbah domestik, limbah pertanian, peternakan, maupun industri kecil di sekitar DAS Citarum,” terangnya.

Sektor industri besar di Indonesia berada di Jawa Barat dengan persentase mencapai 60 persen. Sejatinya, setiap perusahaan industri itu mengolah terlebih dulu limbah sebelum dibuang.

“Aturannya, setiap perusahaan itu harus memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang sendiri maupun komunal. Tapi kenyataannya, masih banyak perusahan yang belum mengolah limbah,” tukasnya.

Kondisi itu tak terlepas biaya pengolahan limbah yang relatif sangat mahal. Tapi, lanjut Dince, mestinya mahalnya biaya pengolahan limbah tak dijadikan alasan setiap perusahaan industri untuk tak mengolah limbah.

Baca Juga  Rusminah, Dulu Jualan Jagung Keliling Kini Jadi Bandar Jagung

“Itu sudah menjadi risiko mereka. Rata-rata setiap perusahaan industri itu hanya mengalokasikan sekitar Rp1.000-Rp2.000 per meter kubik per hari. Padahal idealnya, biaya pengolahan limbah itu mencapai Rp7.000-Rp10.000 per meter kubik per hari. Tapi kalau perusahaan-perusahaan modal asing sih sudah lebih tertib karena mereka takut terganjal saat akan mengekspor,”
terangnya.

Pencemaran di DAS Citarum dari tahun ke tahun relatif meningkat. Banyak dampak yang dirasakan masyarakat di sekitar DAS Citarum. Dari sisi
kesehatan, tak sedikit masyarakat yang mengalami diare maupun gatal-gatal karena secara kontinyu terpaksa mengonsumsi air sungai yang tercemar.

“Semua warga yang tinggal di sepanjang DAS Citarum di sembilan kota/kabupaten itu merasakan dampak dari pencemarannya. Sembilan kota/kabupaten itu yakni Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, serta Kota dan Kabupaten Bekasi,” tutur Dince.

Penanganan pencemaran di DAS Citarum terus dilakukan. Satu di antaranya program Citarum Bestari.

Baca Juga  Binzein Jawab Kegalauan Atlet Peraih Medali Perunggu Popda Jabar yang Merasa Ditelantarkan

“Penanganan DAS Citarum dibagi beberapa segmen. Selain segmen 0-20 kilometer, tahun ini kita melaksanakan penanganan pada segmen 20-40 kilometer. Tahun-tahun selanjutnya akan ditangani hingga ke bagian hilir,” ujarnya.

Selain BPLHD, penanganan DAS Citarum juga melibatkan Dinas Permukiman dan Perumahan maupun Dinas Peternakan dan Perikanan.

“Kita juga punya program ecovillage sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam beberapa kelompok. Kita terus pantau industri-industri yang ada saat ini. Jika diketahui ada pelanggaran, kami lakukan pembinaan. Tapi jika setelah dibina masih tetap lakukan pelanggaran, akan ada penanganan secara hukum,” pungkasnya.

Kepala BLH Kota Sukabumi Adil Budiman mengaku kondisi air sungai yang mengalir di Kota Sukabumi relatif masih aman. Artinya, tingkat pencemarannya masih berada di bawah ambang batas.

“Pencemarannya masih di bawah ambang batas mutu. Penyebab pencemaran sendiri lebih disebabkan limbah domestik yang berasal dari rumah tangga,” kata Adil.(rie)