Bupati Purwakarta Cobot Jabatan Bibinya dari Kepala Sekolah
Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi (istimewa), mencopot jabatan bibinya sendiri dari kepala sekolah jadi guru biasa akibat gagal lolos audit internal
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Apa jadinya jika salah satu anggota keluarga sedang dalam posisi sulit. Tentu, semua pihak akan membantu sekuat tenaga untuk meringankan beban. Namun, tak demikian dengan Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Sebagai seorang pemimpin ia mesti tegas dalam mengambil keputusan. Sebab, keputusan seorang pemimpin mesti menguntungkan banyak pihak dan bukan semata memprioritaskan keuntungan pribadi, kelompok dan keluarga sendiri.
Dengan jujur dan terbuka, di hadapan peserta Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tahun 2017 tingkat Kabupaten Purwakarta, Kamis (3/3/2016) di Bale Citra Resmi Purwakarta, Bupati Dedi menceritakan seputar keputusannya yang berani menurunkan bibinya sendiri dari jabatan kepala sekolah menjadi guru biasa.
Menurut Dedi, bibinya tersebut sempat mengeluh tidak lolos audit kepala sekolah. Dan pada akhirnya, jabatan kepala sekolah harus dilepas oleh orang yang sempat diasuh sejak kecil.
Meski bibinya masih kerabat, Dedi tidak terbawa perasaan dan tetap bertindak adil, tidak menjadikan bibinya kembali menjabat sebagai kepala sekolah.
“Bibi saya ngeluh, nangis, kenapa saya yang mengasuh sejak kecil diturunkan jabatannya jadi guru lagi. Saya jawab, siapa yang bodoh?,” ujar Dedi.
Dedi menyebutkan, adik orangtuanya itu sebelumnya menjabat sebagai kepala sekolah di Kecamatan Pasawahan di Purwakarta. Pekan ini, sang bibi gagal lolos seleksi dalam audit internal Pemkab Purwakarta, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dan Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Purwakarta.
Bibinya itu sempat nangis-nangis meratapi jabatannya yang turun drastis. “Dia bilang, kenapa saya yang bupati ini, yang keponakannya, malah dia harus diturunkan dari jabatannya. Ya saya bilang, kenapa juga tidak lolos audit?” ujar Dedi.
Kebijakan audit internal kepala sekolah itu dilatarbelakangi kepemimpinan kepala sekolah yang buruk serta sarana prasarana dan tata lingkungan yang buruk. Selain itu, penilaian dilakukan karena para kepala sekolah itu tidak menjalankan pendidikan berkarakter.
“Jumlah yang diberhentikan jadi kepala sekolah dan jadi guru sebanyak 63 kepala SD, termasuk bibi saya. Semuanya jadi guru lagi,” ujarnya.
Audit akan dilakukan pada 427 SD di Purwakarta. Sejak Januari, Dedi menyebutkan, baru 153 SD yang diaudit. Audit tersebut akan dilakukan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA di Purwakarta.
“Dari jumlah itu, 94 sekolah, kepala SD-nya tetap bertahan karena memenuhi kualifikasi, sedangkan 63 kepala SD lainnya diberhentikan jadi kepala SD,” kata dia.(dzi)