Pola pengembangan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, Jawa Barat, diarahkan pada pengembangan kultur. Ini bertujuan untuk menghindarkan ASN dari pendekatan formalistik.
Pendekatan semacam ini diyakini menjenuhkan dan miskin inovasi serta cenderung kurang responsif terhadap kecepatan pelayanan. Paling tidak, sudah sejak delapan tahun lalu Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi melakukan revolusi mental kepegawaian melalui aneka macam kebijakan.
Kali ini kebijakan tersebut kembali ditekankan oleh Bupati Dedi. Saat pertama kali menjabat sebagai Bupati Purwakarta pada 2008, kebijakan pertama yang dia lakukan adalah menghapus apel pagi. Menurut Dedi, para pegawai negeri sipil (PNS) lebih baik langsung bekerja melayani masyarakat daripada harus berkumpul terlebih dahulu di halaman kantor.
Ini dia lakukan untuk efektifitas jam kerja. “Tugas itu harus dilaksanakan sesegera mungkin. Soal koordinasi tidak harus melalui apel. Sudah ada telepon, SMS, BBM atau Whatsap kan?,” kata Dedi memulai paparan, saat memberi amanat di depan para ASN Pemkab Purwakarta yang baru saja dilantik, Jumat (20/5/2016) di Bale Maya Datar.
Kebijakan lain yang digagas oleh Dedi adalah pakaian. Di Kabupaten Purwakarta, sudah tidak lagi peraturan yang mengharuskan ASN atau PNS untuk mengenakan seragam. Dedi memandang seragam hanya membatasi kinerja.
“Anggaran untuk memberikan seragam saya alihkan untuk pembangunan. Selain itu masyarakat akan terkesan segan saat melihat orang berseragam. Sulit bagi mereka untuk mau berkeluh kesah. Lain hal saat pakaian pegawai sama dengan pakaian masyarakat. Mereka akan merasa lebih nyaman,” lanjut Dedi.
Dedi mencontohkan Abdi Dalem di Jogjakarta, yang begitu konsisten mengabdi. Walaupun penghasilan mereka kecil tetapi mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.
“Mereka jujur dan memiliki integritas tinggi dalam menjalankan pekerjaan. Kita pun harus demikian dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat,” pungkas Dedi.(*)