Saracen Kejahatan Jenis Baru

DEPOK, headlinejabar.com

Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menilai fenomena Saracen harus disikapi dengan hati-hati. Pasalnya Saracen adalah jenis kejahatan baru yang merupakan perpaduan dari internet crimes, street crimes, dan political crimes.

Apa yang dilakukan Saracen, kata Adrianus, perlu dicermati lebih lanjut motif dan modus serta pelakunya. “Kami juga harus berhati-hati menyikapi hal baru ini. Sebab apa yang dilakukan ini bukan sekadar penyebaran hoax semata. Saya mau lihat dulu konteksnya seperti apa modus dan motifnya. Ini apakah kejahatan riil ataukah ditunggangi politik,” ujar Adrianus, Jumat (25/8/2017).

Saracen ini, dipaparkan Adrianus, menyebarkan informasi atau pesan politik yang memang palsu akan tetapi dikemas seolah olah nyata sehingga banyak orang terpengaruh dan berpikir bahwa ini adalah fakta yang nyata. 

Baca Juga  Seorang Warga di Bandung Diduga Jadi Korban Investasi Bodong Modus Baru

“Ini seolah yang palsu itu benar. Dia harus pilih kata dan cara serta momen seolah-olah ini nyata. Bagi saya ini fenomena baru dalam modus kejahatan di Indonesia,” kata Adrianus.

Menurut Adrianus, kepolisian dapat dikatakan agak terlambat dalam menguak Saracen ini. Padahal diduga Saracen sudah beroperasi sejak Pilgub DKI Jakarta lalu.

“Kenapa baru terungkap sekarang oleh polisi? Apakah waktu waktu sekarang ini dianggap aman untuk mengungkapnya? Bagi saya ini sebenarnya tidak sulit. Apalagi kepolisian saat ini juga selalu aktif memantau berbagai kegiatan siber baik di media sosial ataupun di dunia internet secara keseluruhan,” papar Guru Besar Universitas Indonesia ini.

Baca Juga  Terkait BLT DD, KPK Surati DPMD Purwakarta

Tentang pelarangan penggunaan media sosial untuk mencegah penyebaran hoax. Negara Tiongkok salah satunya yang pernah menerapkan.

Tiongkok terbilang keras dalam memperketat aturan penggunaan media sosial. Bila hal serupa diterapkan di Indonesia misalnya pelarangan penggunaan Facebook maka ini dapat membuat mata banyak orang terbelalak dan memahami bahwa media sosial tak boleh disalahgunakan.

“Bisa saja diregulasi oleh pemerintah agar tak disalahgunakan. Tapi nanti ya pasti orang orang yang anti pemerintah akan mengatakan bahwa ini adalah pemberangusan. Padahal dia juga yang memulai,” kata Adrianus.

Baca Juga  Seketika Pandangan Siti Gelap, Sadar-sadar Sudah Terjatuh

Menghadapi Pemilihan Kepala Daerah pada 2018 dan Pemilu 2019 mendatang, Adrianus berharap penyebaran hoax dan konten SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dapat berkurang dan tidak semarak saat Pilgub DKI Jakarta lalu. Terlebih saat ini, pelaku sudah berhasil diringkus meski belum terkuak semuanya.

“Kalau peringkusan pelaku ini efektif dan sudah dilakukan sejak sekarang maka saya rasa untuk tahun ke depan relatif bisa lebih aman dari penyebaran informasi berisi hoax dan konten SARA,” pungkas Adrianus.