Pengadilan Agama Purwakarta: Angka Percerain Tinggi Dari Bulan Januari Sampai Agustus
Foto: Kepala Bidang Ketahanan Keluarga Purwakarta: Fata Faridulhisan
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Purwakarta, telah menerima laporan perkara sebanyak 1.227 laporan dengan hasil 909 putusan perkara cerai, laporan tersebut diterima dari bulan Januari hingga Agustus.
Kepala Bidang Ketahanan Keluarga, Dinas Penanggulangan Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta, Fata Faridulhisan, menilai tingginya perceraian diantaranya karena ketidak siapan dalam melaksanakan rumah tangga. Untuk itu dalam membangun rumah tangga perlu kematangan mental, sosial, ekonomi sehingga diharapkan menjadi keluarga yang tangguh.
“Sehingga dalam membangun keluarga harus direncanakan dan komitmen yang kuat, didasari 8 fungsi keluarga diantaranya fungsi agama, reproduksi, ekonomi, kasih sayang dan perlindungan,” ungkapnya kepada awak media, Senin (1/10).
Untuk itu, lanjut Fata, pihaknya melakukan pembinaan peningkatan peran pramuka saka kencana, pusat informasi dan konseling remaja, penguatan mitra keluarga, serta mitra lainnya harus di perkuat.
“Karena barbicara remaja keluarga muda adalah berbicara masa depan. Peribahasa mengatakan, Kesetiaan berarti ketulusan untuk meninyimpan satu hati dalam hati,” ungkapnya.
Fata menambahkan, Ketidakmampuan pasangan suami istri berawal dari situasi ketidaksiapan membangun rumah tangga. Namun, pasangan tersebut tetap memutuskan menikah sehingga potensi terjadinya cekcok berujung perceraian sangat mudah terjadi.
“Misalnya calon suami tidak siap secara ekonomi padahal dia wajib menjalankan fungsi ekonomi. Kalau fungsi itu tidakk jalan, wajar terjadi cerai gugat oleh istri. Krisis dalam keluarga tidak lepas dari pemahaman terhadap tugas pokok dalam keluarga yang rendah, sehingga rentan terhadap gangguan pihak ketiga, dan hasutan dari keluarga luas,” tuturnya.
Menurut Fata, solusi agar kasus perceraian dapat ditekan adalah penguatan pendidikan berkeluarga bagi pasangan yang akan atau baru secara intensif dan serius.
“Peran penasihat perkawinan harus lebih optimal, dan fungsi mediasi lembaga lokal seperti lembaga adat perlu dilibatkan,” pungkasnya. (lan/eka)