Dedi Mulyadi Menyerukan untuk Setop Politisasi Agama di Pilpres 2019
Foto : Dedi Mulyadi Menyerukan untuk Setop Politisasi Agama di Pilpres 2019
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi menyerukan penghentian politisasi agama. Pernyataan ini dia lontarkan bukan tanpa sebab. Menurut dia, narasi tata cara beragama yang menghiasi Pilpres kali ini sudah memasuki fase menggelikan.
Hal ini dia sampaikan di kantornya, kawasan Tajug Gede Cilodong, Purwakarta. Tepatnya, di Jalan Raya Bungursari, Senin (31/12/2018).
“Publik membicarakan pemimpin jadi imam shalat, kemudian tata cara wudhu dan baca Alqur’an. Ini kan lucu gitu loh. Kalau ini diteruskan, maka bangsa ini akan menjadi olok-olok bangsa lain,” kata Dedi mengawali paparan.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat itu berujar narasi praktik keagamaan baru terlontar di Pilpres 2019. Sejarah membuktikan, narasi tersebut tidak pernah ada dalam catatan Kepresidenan Republik Indonesia.
“Misal begini, saat salah satu kandidat menyatakan tidak sanggup menjalani tes baca Alqur’an, publik tertawa. Saya kira narasi ini harus segera dihentikan. Ke depan, akan berakibat kontraproduktif terhadap sejarah kebangsaan di Indonesia,” ujarnya.
Awalnya, seluruh wacana praktik keagamaan Calon Presiden 2019 ini tidak pernah ada. Wacana ini muncul seiring dengan ketidakpercayaan publik terhadap kadar keagamaan seorang Capres 2019.
“Kalau narasi soal ketidakpercayaan ini tidak digulirkan, saya kira tidak akan ada pembicaraan soal praktik keagamaan. Gini deh, masa sih kepemimpinan nasional terlalu mengurusi orang wudhu, ngaji dan shalat?,” katanya.
Fokus Visi, Misi dan Kinerja
Dedi mengimbau kepada seluruh stakeholder yang terlibat dalam Pilpres 2019 untuk mengalihkan isu ini menuju isu lain. Dia menilai pembahasan tentang visi, misi dan kinerja para calon presiden jauh lebih baik dan mencerdaskan.
“Ya, fokus saja pada pembahasan visi dan misi para capres. Kemudian, lihat juga kinerja masing-masing personal capres dan cawapres untuk bangsa ini. Itu lebih produktif dan mencerdaskan dibanding membicarakan praktik keagamaan,” katanya.
Bingkai isu pun menurut Budayawan Jawa Barat itu harus terjaga di seputar wilayah nasionalisme. Hal ini penting untuk menjaga tatanan politik kebangsaan agar tidak condong kepada salah satu agama yang dianut.
“Tatanan politik kebangsaan kita harus terjaga, nasionalisme harus dikedepankan. Kemudian, mimbar-mimbar kampanye harus terbebas dari narasi kemarahan dan kebencian,” ujarnya. (rls/eka)