BLH Sumbang Pohon Sekolah Berbudaya Lingkungan dan Adiwiyata
Foto: ilustrasi.net
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta sempat menyumbang ratusan tanaman bagi 40 sekolah Berbudaya Lingkungan dan Adiwiyata di Kabupaten Purwakarta, pada Desember 2015 lalu. Penyumbangan taman dilakukan berbarengan dengan Sosialiasi Sekolah Berbudaya Lingkungan dan Adiwiyata BLH Purwakarta 2015.
Kabid Informasi dan Kemitraan BLH Purwakarta Drs Risa Kota Putra Apt MSi menyebutkan, hasil kebijakan tersebut, akan ditindaklanjuti tahun 2016 ini. Dimana pembagian tanaman diserahkan langsung kepada 40 Komunitas Sekolah yang diwakili guru SD, SMP, SMA sederajat di Purwakarta. Masing-masing komumitas mendapatkan dua bibit tanaman mangga disusul kedepan 10 bibit pohon mahoni.
“Ini dalam rangka menumbuhkan budaya lingkungan. Jadi, karena guru itu agen perubahan yang akan mencetak generasi bangsa, program ini sebagai pilot ptoject mencetak institusi pendidikan bernilai lingkungan dan sekolah berbudaya lingkungan,” jelas Risa.
Sedangkan menurutnya adiwiyata merupakan sebuah even penilaian lain yang masuk dalam agenda sertifikasi lomba. Kedepan, sekolah adiwiyata akan mendapat sertifikat khusus tatkala menjalankan unsur-unsur sekolah berbasis kebudayaan lingkungan.
“Kami berencana membangun budayanya terlebih dahulu. Sehingga bisa lahir generasi baru yang peduli terhadap lingkungan. Sekolah harus menciptakan budaya lingkungan. Kami bekerjasama dengan Disdikpora, Dinkes Purwakarta dan BPLHD Jabar,” tutur Risa.
Masing-masing sekolah dituntut untuk mengembangkan tanaman yang diberikan. Bermodal dua tanaman yang akan ditambahkan 10 tanaman di waktu selanjutnya, sekolah bisa mendesain konsep adiwiyata. BLH Purwakarta sendiri menarget komunitas guru yang datang ditunjuk selaku programer sekolah budaya lingkungan.
“Mereka didorong melakukan gerakan motivasi di sekolah dan mengajak muridnya untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan. Bukan saja hanya menanam pohon, tetapi menjaga keasrian sekolah. Sebab, kasus yang muncul saat membuka lahan untuk mendirikan sekolah lingkungan menjadi rusak. Sekarang bagaimana lingkungan tetap terjaga,” jelasnya.
Konsep seperti ini menurutnya belum tumbuh menjadi budaya di masyarakat. Semisal fungsi drainase yang tidak maksimal, instalasi limbah rumah tangga dan pencemaran sungai. Sungai menurutnya, saat ini sebagai objek paling sibuk untuk menyalurkan limbah. Pencemaran sungai sendiri bukan difaktorkan oleh perusahaan pabrik tetapi juga rumah tangga.
“Ini yang kami minta kepada programer untuk mensosialoisalkan kepada anak didik. Semisal yang disampaikan pihak Dinkes melalui lima pilar hidup sehat. Antara lain sanitasi total berbasis masyarakat. Cuci tangan pakai sabun, tidak buang air besar sembarangan, pengelolaan limbag cair rumah tangga, mengelola sampah rumah tangga, dan pengelolaan air minum,” ucap dia.
Menurutnya, pohon yang mesti ditanam oleh sekolah dan termasuk lingkungan masyarakat diantaranya pohon yang mempunyai nilai dan berfungsi ekologi, berfungsi sosial, serta berfungsi ekonomi. Kategori tanaman tersebut merupakan pohon-pohon hijau adipura.
“Intinya bermula dari pendekatan budaya di sekolah, bukan pendekatan intelektual dan struktural. Karena anak perlu di ajak ke ranah yang pasti dan praktik. Tinggal orang tua dan sekolahnya yang mengkonsepkan secara matang,” tutupnya.(dzi)