Sengketa Lahan PT SAMP Karawang Terindikasi Langgar HAM

Foto : Mediasi sengketa lahan seluas 350 hektare antara masyarakat 3 desa meluputi Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya di Telukjambe dengan PT SAMP Karawang. Kasus ini terindikasi langgar HAM

KARAWANG, HeadlineJabar.com
Sengketa lahan seluas 350 hektare antara masyarakat 3 desa meluputi Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya di Telukjambe dengan PT SAMP dinilai banyak menuai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di dalamnya.

Untuk melawan anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL) itu, Pengacara ternama Jhonson Panjaitan ikut turun mendampingi masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya. Jhonson datang menemui ratusan warga yang memiliki lahan sengketa tersebut dengan didampingi oleh para pengacara lainnya seperti Yono Kurniawan dan lainnya.

Baca Juga  Oknum Kepala Desa di Karawang Positif Konsumsi Sabu

Kepada ratusan warga, pengacara yang membela dan memenangkan masyarakat Rawagede di Pengadilan Belanda tersebut meyakinkan bahwa kasus tersebut akan segera ditangani.

“Kita akan datang ke kepolisian bicara bahwa saya adalah kuasa hukum masyarakat 3 desa. Jadi nanti kalau ada apa-apa nggak perlu turun-turun nakut-nakutin, kita berkomunikasi dengan baik,” ujarnya.

Adapun langkah awal yang dilakukannya adalah melakukan komunikasi dengan pihak kepolisian dan APL agar tidak ada tindakan premanisme kepada masyarakat seperti yang selama ini terjadi.

Baca Juga  50 Kg Ganja Dimusnahkan

“Saya pun akan bicara dengan Agung Podomoro,  bahwa saya pengacara resmi warga. Sehingga cara-cara preman, cara-cara menggunakan aparat jangan diteruskan kalau dia ingin menyelesaikan baik-baik,” tambahnya.   

Jhonson pun menegaskan, dirinya akan bekerja sama dengan tim yang sejak awal mengawal kasus ini untuk membantu masyarakat mendapatkan haknya. Usaha-usaha yang dilakukannya antara lain dengan membuka komunikasi langsung dengan Pemkab Karawang agar masyarakat tidak terlunta-lunta.

Baca Juga  Warga Geruduk Komnas HAM Tuntut Kepastian Hukum

“Pemerintah hadir untuk ngurusin masyarakat, bukan jadi tukang pukul atau pembela cukong. Karena masyarakat sudah dari puluhan mendiami lahannya, tiba-tiba ada orang asing menguasai tanah kita,”pungkas Penasehat Indonesia Polisi Watch tersebut.(enu)