Air Mengayun Mewahyu Bumi

70 persen struktur pembentuk bumi, di antaranya air. Air juga mendominasi struktur tubuh manusia. Hampir 90 persen unsur jasmani dan ragawi manusia, ditopang oleh energi-energi air.
Air mengayun mewahyu bumi. Seakan-akan air bukan saja memberi nilai tambah bagi kehidupan. Tetapi menjadi unsur utama. Tidak ada air, tidak ada kehidupan.
Konsepsi tentang nilai dan penilaian tentang air, sudah jauh-jauh hari dikumandangkan. Lebih tepatnya, pada zaman filsafat Yunani Kuno.
Tokoh filsuf yang mengumandangkan soal air sebagai prinsip dasar segala sesuatu, adalah Thales. Seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM.
Filsuf yang lahir pada 624 SM dan wafat pada 546 SM ini menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (arche, dalam bahasa Yunani) segala sesuatu. Menurut filsuf perintis filsafat alam (natural philosophy) ini, air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta.
Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan.
Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup.
Melalui pengamatan keistimewaan air, Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta.
Foto : Ilustrasi.ISTIMEWA
Berkenaan dengan wahyu. Wahyu adalah petunjuk dari Allah, Tuhan semesta alam yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul, untuk kepentingan dan kemashlahatan umat manusia. Air mengayun dari segala penjuru bumi, mewahyukan nilai dirinya untuk kehidupan manusia.
Wahyu-wahyu air menetes dari rintik dan derasnya hujan, keluar dari hulu mengalir ke hilir membentuk sungai-sungai. Keluar dari mata air pegunungan, dan bermuara di lautan.
Di Provinsi Jawa Barat, dikenal dengan nama sungai terbesar, Citarum. Keberadaan sungai yang mengalirkan air dari wilayah selatan menuju utara Jawa Barat, bukan saja memberikan manfaat bagi sekitaran aliran sungai.
Sungai Citarum bahkan kini dibendung mulai dari Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Masing-masing difungsikan untuk kebutuhan pelistrikan dan irigasi pertanian.
Semisal pemanfaatan air di Bendungan Ir H Djuanda Jatiluhur. Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur, selaku otoritas pengelola mendata, 90 persen air Waduk Ir H Djuanda Jatiluhur digelontorkan untuk mengaliri 300 ribu hektar sawah dan lahan pertanian di wilayah utara Jawa Barat.
PJT II Jatiluhur berkomitmen menjaga tugas utamanya yang fokus melakukan tata kelola Bendungan Ir H Djuanda Jatiluhur, sebagai flat control irigasi pertanian downstream Kabupaten Karawang, Subang, Bekasi sampai wilayah pantura.
Bahkan, delapan miliar kubik air Jatiluhur digelontorkan untuk pengairan. Nilai tambah air untuk kehidupan yang dirahmatkan Tuhan kepada manusia, berupaya ditransendensikan oleh badan usaha milik negara ini. PJT II Jatiluhur, tidak mematok harga kepada petani.
Direktur Utama (Dirut) PJT II Jatiluhur Djoko Saputro menyampaikan, keuntungan konversi nilai gabah kering yang diperoleh petani, mencapai 15 ton per tahun. “Ini merupakan kontribusi PJT II Jatiluhur dalam menjaga ketahanan pangan nasional,” kata Djoko saat konferensi pers di Istora Jatiluhur, baru-baru ini.
Pihaknya berupaya mengelola waduk agar air bisa dimanfaatkan secara produktif. Selain pertanian, air waduk dimanfaatkan untuk kepentingan PDAM kabupaten dan PAM Jaya. “Sejauh ini areal pertanian tidak pernah kekurangan air,” kata Djoko.
Berkenaan dengan produksi ketenagalistrikan, Djoko menyebut, PJT II Jatiluhur memproduksi listrik terbesar di tahun 2016. Jumlah produksi listrik Jatiluhur tahun kemarin sebesar 1,2 billion watt.
Masih banyak pengelolaan nilai-nilai air supaya lebih maksimal oleh PJT II Jatiluhur. Sejak dilangsungkannya pembangunan Proyek Serbaguna Jatiluhur pada tahun 1957 sampai 1967, BUMN yang sudah memantapkan diri dengan raihan sertifikasi manajemen mutu ISO 9001:2000, fokus memanfaatkan air untuk penyediaan air baku dan listrik bagi kemanfaatan umum.
Foto : Ist.
PJT II memiliki banyak bidang usaha sebagai langkah tata kelola air secara maksimal dan berkesinambungan. Di antaranya:
1) Bidang Pelistrikan
Daya terpasang PLTA Ir H Djuanda Jatiluhur antara tahun 1994 sampai 1998 telah ditingkatkan dari 150 Mw menjadi 187 Mw. Produksi listrik rata-rata 826 Kwh pertahun.
Sebagian memenuhi kebutuhan sendiri dan pengembangan usaha. Sedangkan sisanya dijual ke PT PLN melalui tegangan 150 kV dan 70 kV. Selain itu, pada sistem pengaitan terdapat banyak bangunan terjun dengan potensi minihidro 50 kVa sampai 5.000 kVa.
Asisten Manajer Operasi PLTA GI 150-70 KP PJT II Jatiluhur Dwi Hengky Parulian menjelaskan, dari pengoperasian enam turbin, listrik Jatiluhur terproduksi sebanyak 178 megawatt dari kapasitas maksimal 180 megawatt.
Meski pelistrikan tidak menjadi unsur utama pembangunan Bendungan Jatiluhur, waduk seluas 8.300 hektar ini menyumbang 5 persen kebutuhan listrik Jawa Barat, dan 0,02 persen listrik kebutuhan Jawa dan Bali.
“Hitungan sebanyak itu, kontribusi PJT II Jatiluhur sudah besar dalam menyumbang listrik Jawa Barat, Jawa dan Bali,” terang Dwi.
PJT II Jatiluhur memiliki enam unit turbin. Masing-masing turbin unit 1 sampai 5 menghasilkan 30 megawatt listrik. Dan unit 6 memoroduksi 29 megawatt. Total maksimal produksi sampai 179 megawatt.
“Itu produksi perhari, tergantung kebutuhan irigasi. Listriknya interkoneksi Jawa Bali, tapi sistem suplai kami ada dua. Dari yang 150 kV arah Padalarang Bandung dan Tata Jabar serta Jakarta,” kata Dwi.
Meski produksi listriknya disesuaikan sebagaimana kebutuhan pengeluaran air irigasi, PJT II Jatiluhur mengeluarkan 255 meter kubik air perdetik.
“Kita tidak perlu khawatir akan krisis listrik. Cadangan listrik untuk kebutuhan Jawa Bali sampai akhir Februari 2017 surplus 5.000 megawatt. Artinya, ada listrik yang tersimpan dan siap dijalankan. Ini hasil produksi dari seluruh pembangkit yang ada. 5.000 megawatt ini cukup menerangi Jawa Barat,” tutur Dwi.
2) Pengelolaan Irigasi
Dalam penyediaan pangan nasional terutama beras, PJT II Jatiluhur senantiasa mengupayakan penyediaan air rata-rata 240.000 hektar sawah yang mendapatkan air dari Bendungan Ir H Djuanda Jatiluhur. Dari area irigasi ini, setiap tahunnya PJT II Jatiluhur memberikan kontribusi 6 persen terhadap produksi beras nasional dan 40 persen produksi beras Jawa Barat.
3) Usaha Air Baku
Menyediakan dan menyalurkan air baku dari sumber-sumber air bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Purwakarta dan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, mencapai 465 juta meter kubik di tahun 2009. Di samping itu, PJT II Jatiluhur juga melakukan pengelolaan air baku kawasan industri dan zona-zona industri di daerah kerja perusahaan.
4) Usaha Kepariwisataan dan AMDK
Jatiluhur merupakan salah satu tujuan wisata di Jawa Barat dengan objek waduk luas lebih 8.300 hektar, dengan pemandangan alam indah dipadukan dengan karya teknik hidrolis (ilmiah) berupa bendungan yang sangat besar dan PLTA. Usaha kepariwisataan dilengkapi hotel, bungalow, convention hall, rekreasi air (jet sky), kapal pesiar, dayung, water world.
Selain kepariwisataan, pada tahun 2009, PJT II mulai memproduksi AMDK hasil olahan sumber mata air pegunungan sekitar. Di tahun itu, PJT II mulai memproduksi Jatiluhur Air Demineral dan Jatiluhur Air Hexagonal.
Konsen memasuki tahun 2012 dengan penempatan tempat produksi baru, AMDK karya tangan PJT II Jatiluhur ini mulai dipasarkan ke tangan konsumen di periode tahun 2013.
Namun, dari sekian banyak penikmat AMDK PJT II, rupanya masih sedikit yang tahu soal khasiat meminum Jatiluhur Air Demineral dan Jatiluhur Air Hexagonal.
Foto : Ist.
Manajer AMDK PJT II Jatiluhur Dwi Handayani menjelaskan, khasiat air minum hasil olahan PJT II mudah dicerna dan tidak menyisakan molekul yang mengendap di tubuh. Hal yang paling menguntungkan, katanya, siapa saja yang meminum Jatiluhur Air Demineral dan Jatiluhur Air Hexagonal bisa awet muda.
“Pencernaan akan lebih baik, dan tentu, bisa lebih sehat dan awet muda. Coba lihat pegawai-pegawai di PJT II, pada awet muda kan,” jelas Dwi.
AMDK PJT II Jatiluhur pemanfaatan dari potensi sumber air 200-250 galon perjam dengan potensi penarikan 1,2 liter perdetik.
Tak kalah kerennya, AMDK ini sudah dikonsumsi oleh instansi-instansi di bawah Kementerian BUMN, pemerintahan dan swasta. Sebaran distribusi karya PJT II ini sudah masuk mayoritas wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Bahan baku air AMDK milik PJT II Jatiluhur bukan dari sumber air waduk Jatiluhur. Melainkan dari mata air sekitar perbukitan Jatiluhur. Untuk meyakinkan keamanan dan kesehatan produk, AMDK PJT II sudah tersertifikasi SNI, BPOM, serta MUI.
5) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Dalam pengelolaan daerah aliran sungai, PJT II mempunyai kewenangan pengelolaan dalam batas-batas aliran sungai serta melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air.
Selain itu, turut serta upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan air dan sumber-sumber air dengan memberikan informasi, rekomendasi, penyuluhan bimbingan kepada pemanfaatan air dan sumber-sumber air.
6) Usaha Lain-lain
Dalam upaya pengamanan dari pemanfaatan lahan dilakukan dengan cara sewa dalam waktu tertentu dan kerja sama usaha.
Dari penatakelolaan air yang baik, PJT II Jatiluhur sampai sukses melakukan kiprah lingkungan. Salah satunya, kiprah perusahaan dalam CSR dilakukan melalui program kemitraan dan bina lingkungan.
PJT II melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha kecil sejak tahun 1991, berupa pembinaan usaha dan pemberian pinjaman lunak kepada usaha kecil. Sampai akhir 2014, penyaluran kemitraan mencapai Rp20,318 miliar untuk 2110 Mitra binaan.
PJT II telah merealisasikan dana hibah bina lingkungan kepada masyarakat di wilayah kerja PJT II sebesar Rp6,085 miliar pada periode 2002 sampai 2014.
Jenis bantuan antara lain korban bencana alam, bantuan pendidikan, bantuan biaya pendidikan, bantuan pengembangan sarana dan prasarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan kesehatan, dan bantuan pelestarian alam.
Sementara kiprah di kancah global, dilakukan pada 22 Februari lalu. Kala itu, PJT II menjadi lokasi fieldtrip dalam ajang Network of Asia River Basin Organization (NARBO), yakni jaringan kerja sama antara badan pengelola sungai atau river basin di Asia dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya air secara terpadu (Integrated Water Resources Management atau IWRM).
Dalam rangkaian 6th General Meeting NARBO dimana Indonesia menjadi tuan rumah, perwakilan institusi pemerintah maupun organisasi wilayah sungai dari dalam negeri maupun luar negeri. Seperti dari Jepang, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Sri Lanka, Malaysia, Vietnam, Bangladesh, dan Laos.
Kesemua negara ini melaksanakan field trip ke Hutan Narbo dan Bendungan Ir H Djuanda yang dikelola pihak PJT II. Ini kali kedua setelah PJT II menjadi penyelenggara tahun 2006 juga menerima kedatangan para peserta NARBO.
Hutan NARBO merupakan salah satu wujud kepedulian NARBO dan PJT II dalam menggalakkan program pemerintah saat ini. Yakni Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA). Pada kesempatan ini, juga dilakukan penanaman 150 pohon yang dilakukan oleh semua peserta general meeting.
Ari mengayun mewahyu bumi, merupakan kalimat mendasar, betapa banyaknya nilai tambah air bagi kehidupan. Sebagaimana filsuf Thales. Ia sempat mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yaitu “Apa sebenarnya bahan (inti) alam semesta ini?” dan ia sendiri menjawab, air. Karena pertanyaannya inilah, Thales menjadi filsuf pertama di dunia. Lalu, wahyu-wahyu air, kini tengah disebarluaskan oleh PJT II Jatiluhur melalui pemanfaatan irigasi, listrik, pariwisata sampai AMDK.
Penulis adalah Dicky Zulkifly, jurnalis headlinejabar.com