Banyak Pelajaran Bikin Jenuh, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi Keluarkan Solusi

Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sengaja datang langsung ke SMA Negeri I Campaka memberikan motivasi terkait kejenuhan pelajar.

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sengaja datang langsung ke SMA Negeri I Campaka di Jalan Raya Sadang-Subang, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (14/9/2016). Dedi langsung melontarkan beberapa pertanyaan kepada siswa salah satu kelas di SMA yang baru-baru ini berhasil dalam panen padi, mentimun, kacang panjang dan kangkung ini.

“Mata pelajaran yang kalian pelajari selama lima hari dari Senin sampai Jumat ada berapa? Bagaimana perasaan kalian mengikuti seluruh mata pelajaran itu?,” tanya Dedi kepada seluruh siswa.

Pertanyaan ini berkenaan dengan kejenuhan siswa dalam belajar. Kini telah menjadi gejala umum yang terjadi di kalangan pelajar terutama pelajar di Purwakarta. Fenomena ini terungkap dalam dialog Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dengan pelajar di SMA ini.

Baca Juga  Kepala Sekolah SMAN 1 Purwakarta : Saya Kagum Dan Bangga Kepada Bupati Purwakarta

Pertanyaan bupati yang akrab disapa Kang Dedi ini langsung dijawab dengan nada curhat oleh para siswa. Mereka mengaku jenuh karena pada hari Senin sampai Jumat harus mengikuti 18 mata pelajaran yang diajarkan sesuai dengan kurikulum di sekolah tersebut.

Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berintetaksi langsung dengan pelajar SMA Negeri I Campaka yang ngeluh terlalu dijenuhkan dengan mata pelajaran.

“Jenuh pak, terlalu banyak teori,”  ungkap Mawar (17), salah satu siswi SMA Negeri I Campaka.

Mendengar curhatan para siswa, pria yang selalu mengenakan pakaian khas Sunda ini memberikan solusi. Bukan saja kepada mereka tetapi ia turut pula memanggil para guru untuk diberikan masukan terkait membangun semangat belajar agar siswa tidak merasa terbebani dalam pelajaran.

“Cara aplikatif dalam transformasi pengetahuan harus segera diterapkan agar siswa tidak merasa terbebani, mereka belajar tapi seolah tidak merasa sedang belajar karena langsung praktik. Misalnya saja pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, tidak perlu lagi ada materi di depan kelas secara klasikal, tetapi harus langsung dijalankan dalam keseharian,” kata Kang Dedi.

Baca Juga  HUT Smanda, Angkat Tema "Tanda Cinta untuk Negeriku"

Standar sosial berkewarganegaraan dan berkemanusiaan menurut Dedi harus menjadi indikator penilaian guru terhadap siswanya untuk pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Sementara pendidikan agama, Dedi menawarkan aplikasi langsung berupa pembacaan dan aplikasi ilmu Alquran di awal dan akhir jam pelajaran.

Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengeluarkan solusi belajar berupa metode aplikatif dalam transformasi pengetahuan.

“Kalau ini diterapkan maka sudah dua pelajaran toh yang berkurang secara teori yang selalu menimbulkan kejenuhan,” imbuh Dedi.

Untuk pelajaran bahasa Indonesia dan sejarah, bisa di-merger dengan cara sinkronisasi peristiwa-peristiwa sejarah dengan sistem tata bahasa Indonesia. Dia berujar karya sastra berupa puisi dan novel dapat disisipkan nilai-nilai sejarah di dalamnya, sehingga sejarah tidak lagi dianggap pelajaran yang membosankan.

Baca Juga  Mahasiswa STAI DR KHEZ Muttaqien Purwakarta KPM di 10 Desa Kiarapedes

“Sistem ulangannya pun bukan lagi berupa soal-soal yang menjemukkan itu, dilihat tata bahasa Indonesia anak didik dalam keseharian di sekolah. Maka menurut saya cara seperti ini bisa mencakup beberapa hal, penilaian kognisi, afeksi sikap sehari-hari dan psikomotorik siswa dalam mengaplikasikan pelajaran yang dia dapat,” pungkas bupati yang juga dikenal sebagai sastrawan tersebut.

Seperti diketahui, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi akan mengusulkan pengurangan jumlah mata pelajaran kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhajir Effendy. Esensi pelajaran menurut Dedi adalah pola aplikasi dalam keseharian, bukan teori yang selama ini diajarkan di sekolah.(*)

Editor : Dicky Zulkifly