Kinerja Sarjana Pendamping Desa di Purwakarta Dikeluhkan
Foto : Ilustrasi.(Istimewa)
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Semenjak dikeluarkan Undang-Undang No6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, susunan kebijakan desa mulai dimantapkan. Selain kebijakan otonomi desa yang lebih dimaksimalkan, kinerja aparatur desa dibantu dengan adanya sarjana pendamping desa.
Namun, sejak dibakukan sampai saat ini tugas dan kefungsian para sarjana pendamping desa masih dikeluhkan. Khususnya para kepala desa (Kades), mereka menilai, banyak para pendamping desa tidak memahami tugas-tugasnya secara mendalam.
“Semisal dengan keterlambatan kami ketika membuat proposal. Pendamping baru datang, jadi wajar kalau ada kesalahan proposal, begitu juga pelaksanaan karena pelaksanaan di lapangan tidak lepas dari pada pengajuan. Pendamping itu faham tidak kan belum, masalah gambar dan sebagainya. Oke lah kalau masalah adminitrasi,” ujar Kepala Desa Pasawahan Purwakarta, Koswara, baru-baru ini.
Ia juga mengeluhkan, di samping etos kerja pendamping belum seperti yang diharapkan, serjana pendamping desa belum efektif karena tidak tersebar di seluruh desa.
“Pendamping desa kami rasakan kinerjanya kadang produktif kadang tidak. Terus ini kan dalam rangka mengawal program dana desa (DD), kalau ada 12 desa di satu kecamatan, mana mungkin bisa tergarap oleh dua orang pendamping saja. Sedangkan di Pasawahan satu kecamatan ada 12 desa dan itu tidak akan terjangkau dengan dua pendamping,” tutur Koswara.
Sementara Kades Cilegong Jatiluhur, Dadang menambahkan, untuk membantu kinerja aparatur di desanya sudah ada pendamping. Namun, Dadang juga mengeluhkan karena jumlah pendamping di Jatiluhur tidak tersebar di tiap desa.
“Kami tidak bisa mengandalkan pendamping. Kami lebih memaksimalkan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan juga Bamusdes,” ujar Kades Dadang.
Dadang mengakui jika dalam hal administratif, para pendamping terkadang belum mengetahui juklak dan juknis yang ada. Bahkan, Dadang berani berkata jika para pendamping malah terkesan membebankan pihak Pemdes.
“Untuk susunan proposal ada sih pendamping, dan pengawasan-pengawasan proyek ke lapangan. Kalau untuk menguasai tugas pokok dan fungsinya 100 persen belum. Dan kami mendapat info di Kecamatan Jatiluhur baru ada satu serjana pendamping. Katanya mau ada tambahan pendamping buat bagian bagiannya,” tutur Dadang.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat pada Badan Keluarga Berencana Perlindungan Ibu dan Anak (BKBPIA) Purwakarta Fata Faridulhisan menjelaskan, seputar keberadaan sarjana pendamping desa, ia belum pernah menjalin koordinasi dengan para sarjana pendamping desa itu.
“Awalnya kan itu pendaftarannya online, dan sifatnya terpusat. Kami di bidang pemberdayaan masyarakat belum mendapat info seputar berapa jumlah sarjana yang jadi pendamping desa. Dan kami tidak tahu pendamping desa itu siapa saja,” terang dia.
Terkait dengan keluhan, Fata mengaku telah menerima curhatan-curhatan para aparatur termasuk kepala desa. Dan bukan hanya di Purwakarta saja, keluhan juga terdengar di berbagai desa di seluruh daerah. Fata menyebut keluhan aparatur disampaikan seputar belum memenuhinya unsur wawasan sarjana pendamping desa tentang pemerintahan desa.
“Padahal sangat memungkinkan bidang kami memfasilitasi dan konsul dengan para sarjana pendamping desa. Mereka harus lapor berapa banyak sarjana pendamping desa. Ada tembusan ke sini setelah kita tahu, akan mudah memetakan dalam rangka membangun. Kami ini welcome, minimal dengan koordinasi yang baik,” terang Fata.
Lantas bagaimana dengan para konsultan eks PNPM, yang juga berniat jadi sarjana pendamping desa tanpa mengikuti tahapan seleksi. Fata menjawab, prosedur harus tetap ditempuh.
“Tidak semudah itu. Eks PNPM juga banyak yang kurang kemampuannya. Tinggal bagaimana sekarang para pendamping desa bisa meningkatkan kualitas dan etos kerja,” tutup dia.
Reporter : Rosad Nurdin
Editor : Dicky Zulkifly