Penjelasan KPK Seputar OTT Pejabat PN Jakarta Pusat
JAKARTA, headlinejabar.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh oknum pejabat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016). OTT berhasil menagkap tiga orang serta mengamankan barang bukti berupa uang senilai 28 ribu dollar Singapura.
Pimpinan KPK Basaria Pandjaitan dan Laode Muhammad Syarif menjelaskan kronologis OTT yang dilakukan pada Kamis (20/6/2016) sekira pukul 18.30 WIB sore.
Menurut Basaria, transaksi tersebut terjadi setelah siang hari di hari yang sama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memenangkan PT KTP yang dikuasahukumkan oleh RAW dalam persidangan melawan PT MMS.
Menurut Basaria, OTT terjadi di dua lokasi yang berbeda di kawasan Jakarta dan berhasil mengamankan tiga orang masing-masing. Masing-masing di antaranya, SAN pejabat Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat. AY staf PN Jakarta Pusat, RAW kuasa hukum PT KTP pada Kantor Konsultan Hukum WK. Terakhir B yang melainkan tukang ojek pengantar.
Sekitar pukul 18.00 WIB, tim dari KPK memantau lokasi yang diduga akan dijadikan tempat transaksi serah terima sejumlah uang. Uang tersebut rencananya akan diberikan kepada seseorang yang diketahui bernama SAN oleh seseorang bernama AY, kemudian dilakukan pengejaran pada akhirnya sekitar pukul 18.20 WIB.
“SAN ditangkap pada saat menumpangi ojek oleh tim KPK dan ditemukan sebuah amplop coklat. Ojek ditemukan di daerah Matraman, Jakarta Pusat. Dari tangan SAN, ditemukan amplop coklat yang berisi dua amplop masing berisi 25 ribu dollar Singapura dan amplop yang satu lagi berisi 3 ribu dollar Singapura,” jelas Basaria.
Meski telah ditetapkan menjadi tersangka, hingga saat ini KPK masih belum dapat menangkap RAW. Sementara pengojek berinisial B hingga saat ini masih dalam pemeriksaan dan akan dibebaskan jika telah selesai diperiksa KPK.
Pimpinan KPK lainnya Laose Muhamad Syarif mengatakan, dirinya prihatin beruntunnya kasus OTT pada institusi pengadilan seperti saat ini. KPK tidak pernah menargetkan target khusus dalam OTT.
“Kasus ini dikembangkan berdasarkan laporan dari masyarakat dan berharap dapat menjadi pelajaran bagi Mahkamah Agung dalam memperbaiki institusi peradilan,” tutur dia.(*)
Editor : Dicky Zulkifly