PBNU, Polri dan Potensi Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur

DEPOK, headlinejabar.com
Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mewaspadai dengan mutlak kepada warga nahdliyin, kaum muslimin, aparat negara, dan seluruh lapisan masyarakat terhadap berbagai potensi konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur.  
Konflik Sunni-Syiah di dunia telah terbukti menjadi awal perpecahan kaum muslimin, bahkan penyebab hancurnya sebuah negara. Menurut kiai, konflik Sunni-Syiah di Indonesia merupakan ancaman terhadap NKRI. 
“Kita bisa ikut merasakan sakit hati kaum Sunni ketika kaum Syiah menghujat Sayyidina Abu Bakar Assiddiq, Sayyidina Umar bin Khottob, Sayyidina Usman bin Affan, Sayyidah Aisyah, dan Sayyidah Hafsoh. Bahkan sampai mengkafirkan beliau-beliau yang sangat dihormati di kalangan Sunni. Tapi,  kaum Sunni harus menahan diri dan selalu bergandengan dengan aparat negara,” ujar KH Hasyim Muzadi, Kamis (21/4/2016).  
Hasyim menerangkan, sebenarnya ada kelompok Syiah yang tidak menghujat para sahabat nabi.  Misalnya kelompok Ja’fariyah dan Zaidiyah. Namun jumlahnya masih cukup kecil, bahkan lebih suka hanya digunakan untuk ajang promosi. 
Ketegangan sosial yang diakibatkan oleh hujatan ini, terjadi apabila bersinggungan dengan politik kekuasaan. Selanjutnya akan terjadi kristalisasi kekuatan antar keduanya. Hasyim memprediksi tahap selanjutnya akan terjadi konflik terbuka. 
Lebih dalam, Pengasuh Pesantren Al-Hikam ini mengungkapkan, proses menuju konflik terbuka dimanfaatkan oleh banyak kaum Islamophobia (musuh Islam dunia, red). Menurutnya, mereka yang diam-diam memperparah arena konflik untuk melakukan devide et impera (pemecah belahan, red) serta mempersiapkan intervensi pemikiran atau militer asing baik blok timur maupun barat atas dalih keamanan dunia. 
Kondisi seperti ini yang terjadi di Suriah. Kalau sudah sampai tahap ini, sudah tidak lagi kelihatan mana kelompok Sunni maupun Syiah. Yang ada hanya penderitaan dan kehancuran kaum muslimin dan negara Islam. 
“Kenyataan pahit inilah yg mendorong berbagai negara Sunni melarang pengembangan Syiah melalui undang-undang seperti Sudan, Malaysia, Brunei, apalagi Saudi Arabia yang memang musuh bebuyutannya Syiah,” paparnya. 
Kiai yang juga Dewan Pertimbangan Presiden ini memandang, di Indonesia semua berdasarkan HAM, tidak peduli apakah HAM tersebut menuju persatuan atau cerai berai. Bahkan kehancuran Indonesia. Akibatnya, Polri akan kehabisan langkah kalau menghadapi konflik sosial ideologis seperti ini. Pasalnya, tidak adanya payung hukum yang melindungi lembaga Polri tersebut.
Khusus terkait potensi konflik di Jawa Timur, tidak menutup kemungkinan dalam hitungan waktu bisa saja terus menjalar ke Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Kalau tidak ada formula utuh kenegaraan dan sosial masyarakat untuk penyelesaiannya.  
“Seharusnya PBNU segera turun ke Jatim menyelesaikan masalah. Sangat rawan ini karena menyangkut keselamatan warga nahdliyin, umat Islam, dan negara. Namun banyak warga nahdliyin yang pesimis PBNU mau menyelesaikannya. Karena tampaknya lebih penting bagi-bagi kartanu ke para pejabat tinggi. Tidak peduli pejabat tersebut orang NU atau tidak,” pungkasnya.(*)

Reporter : Yopi Setyabudi
Editor : Dicky Zulkifly
Baca Juga  621 Hektare Persawahan Teknis di Kabupaten Purwakarta Diasuransikan