Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai, dana bantuan provinsi (Banprov) syarat politisasi. Sampai saat ini, belum ada standarisasi teknis mengenai kabupen maupun kota yang bisa mendapatkan alokasi Banprov. Atas landasan ini, Dedi memandang sebaiknya dana Banprov dihapus saja.
Di sisi lain, Dedi memandang, Banprov masih tidak objektif dan lebih mengedepankan aspirasi. Banprov bisa diganti dengan pembagian keuangan antara provinsi dan daerah. “Kalau bicaranya aspirasi, maka ini syarat politisasi,” kata Dedi, baru-baru ini.
Jika Banprov ini merujuk pada data yang ril tentang kebutuhan satu daerah, maka sifatnya objektif. Misalkan, Purwakarta butuh untuk perbaikan infrastruktur dan daerah lain butuh untuk bidang kesehatan, pendidikan, atau peningkatan ekonomi kemasyarakatan. Hal-hal seperti itu, harus diintervensi oleh provinsi.
Menurut dia, kenyataannya bantuan provinsi sering tak sesuai dengan kebutuhan daerah. Sehingga masalah-masalah di daerah tetap tak terselesaikan. Padahal, masalah yang tak bisa diselesaikan oleh keuangan daerah bisa beres oleh bantuan tersebut.
“Makanya, lebih baik dihapus. Kemudian, diganti dengan bantuan perimbangan daerah,” ujar Dedi.
Selain itu, provinsi juga harus memiliki data akurat mengenai masalah-masalah di masing-masing daerah. Dengan adanya data itu, maka provinsi bisa membantunya. Misalkan, daerah ini butuhnya bantuan infrastruktur, justru pada kenyataannya yang dibantu adalah untuk revitalisasi pasar desa.
Selain itu, ada juga reward and punishment. Daerah yang sukses membangun kasih reward. Sebaliknya, daerah yang keterserapan anggaran dari provinsinya kecil, lalu pembangunannya tidak jelas maka jangan diberi lagi bantuan.
“Jadi, bisa saja setiap daerah berlomba-lomba membangun. Supaya, mendapat reward,” ujar Dedi.
Tahun ini, Purwakarta mendapat Banprov pahit yang hanya sebesar Rp28 miliar dari Pemprov Jawa Barat. Jumlah itu turun drastis dari Rp83 miliar pada tahun sebelumnya. Purwakarta sendiri meminta bantuan Rp400 miliar untuk menuntaskan masalah air bersih serta infrastruktur jalan yang ada di wilayah perbatasan.(Republika)
Sekretaris Daerah (Sekda) Purwakarta Fadil Karsoma sempat menanggapi seputar permasalahan Banprov sebesar Rp28 miliar ini.
“Ya kita dapat bantuan sebesar Rp 28 miliar dari provinsi. Teralokasikan untuk tahun 2016 ini. Rencananya bantuan ini dicairkan bertahap, sesuai kebutuhan,” terang Sekda Fadil kepada headlinejabar.com saat ditemui di DPRD Purwakarta, Rabu (13/4/2016).
Meski pada kenyataannya ada daerah lain di Jawa Barat yang lebih kecil menerima Banprov, ia akan melakukan evaluasi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Purwakarta untuk kembali mengajukan. “Ajuin lagi. Mudah-mudahan bisa tembus di perubahan,” jelas Fadil.
Termasuk Wakil Ketua DPRD Purwakarta, Warseno turut menanggapi persoalan bantuan provinsi (Banprov) pahit yang diterima sebesar Rp28 miliar dari Pemprov Jawa Barat.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini memandang, Banprov diajukan sesuai dengan hasil rapat anggaran di DPRD.
“Kalau masalahnya ketidaksesuaian kebutuhan, berdasarkan hasil rapat Banggar di DPRD itu sesuai. Mekanismenya sudah ditempuh, sudah melalui verifikasi, dan sudah melalui tahapan pengesahan,” terang Warseno saat ditemui headlinejabar.com di DPRD Purwakarta, Kamis (14/4/2016).
Warseno menyarankan, Pemprov Jawa Barat mesti melihat apa yang dibutuhkan daerah. Dalam hal ini Purwakarta, masih perlu untuk melakukan pembangunan yang maksimal setiap tahunnya.
“Ini tergantung pemerintah daerah. Dengan besaran anggaran Banprov seperti ini, mau diterima atau tidak. Dalam artian kalau tidak diterima, pembangunan yang bersumber dari provinsi bisa tersendat di tahun ini,” tutup dia.(*)