Baru-baru ini marak diperbincangkan besarnya pungutan baya pembuatan sertifikat tanah gratis, Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat sendiri, empat desa di antaranya diduga melakukan pungutan dalam proses pembuatan setifikat tanah itu.
Kesemua desa tersebut antara lain Desa Citamiang, Desa Sinargalih Kecamatan Maniis, Desa Campakasari Kecamatan Campaka dan Desa Hegarmanah Kecamatan Babakancikao. Sejumlah warga penerima bantuan sertifikat di desa tersebut mengeluh.
Sebagaimana diketahui, sebagai program pemerintah, Prona seharusnya diberikan secara gratis. Kini Pemerintah Desa (Pemdes) Kertajaya, Kecamatan Pasawahan Purwakarta ikut bicara seputar penyelenggaraan Prona. Desa ini berupaya menyelenggarakan program Prona yang bersih dan jujur.
“Ada edaran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dilarang ada pungutan biaya. Tapi, kita ada biaya adminitrasi buat materai dan pengukuran, patok, makan, dan minum,” terang Sekdes Kertajaya Purwakarta, Dani Supriansah kepada headlinejabar.com, Selasa (12/4/2016).
Pada prinsipnya, prona merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Prona dilaksanakan secara terpadu, dengan sasaran seluruh lapisan masyarakat. Hanya saja setiap desa dalam melaksanakan kegiatan Prona, mesti mempriortaskan golongan masyarakat ekonomi lemah. Dengan menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah, pada khususnya.
“Ada 450 per satu bidang. Dan notulen masih di Pak Enjin selaku pengelola Prona. Baru masuk 150 bidang, dua bidang yang belum lengkap. Sekarang sudah masuk 148 bidang,” papar Dani.
Pihak BPN sudah mewanti-wanti soal penyelenggaraan Prona tak mesti ada pungutan. Hanya saja di lapangan masih ditemukan praktik pemungutan. Salah satu pengakuan seorang warga ini bisa menjadi bahan perbincangan baru.
Idi Junaedi, warga Kampung Mekarjaya RT 16 RW 06 Desa Kertajaya mengaku sudah membayar Rp450 ribu untuk mengurus sertifikat Prona.
“Di tanah mah gratis tapi di desa bayar. Tapi pernah ada pihak BPN yang sudah pernah sosialisai, tidak ada pungutan biaya,” demikian Idi mengakui.
Menanggapi hal itu, Sekdes Dani mengklarifikasi. Pembayaran dilakukan untuk keperluan tertentu.
“Itu kan hasil kesepakatan yang mau mengikuti Prona itu, dan bagian kasi pemerintahan Pak Encin mengatakan itu kebutuhan. Kalau gak dipungut buat patok biaya dari mana? Dusun 1, 2, 3, dan 4. Dari RT satu sampai dua dan tiga, PPH-nya harus dibayar bagaimana penjualannya. Kalau saya di sisni aman,” tutur Dani.
Pihak BPN menyebut. prona dilakukan dalam rangka percepatan pendaftaran tanah seluruh Indonesia dengan mengutamakan desa miskin atau tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, selanjutnya daerah pengembang ekonomi rakyat.
“Kami sudah sosialisasikan kepada masyarakat tidak dipungut biyaya apapun, sudah seratus persen. Termasuk dalam mengurus prona pegawai BPN tidak boleh memungut biaya apapun,” kata Kasi Sertifikat BPN Purwakarta, Sismanto.(*)