Yayasan Malela Studi Gelar Pesantren Pemikiran Politik

BANDUNG BARAT, headlinejabar.com

Dalam rangka penguatan pendidikan politik dan komitmen dalam meregenerasi kaula muda yang melek terhadap isu sosial di Kabupaten Bandung Barat, Yayasan Malela Studi menggelar Pesantren Pemikiran Politik di Wisma Wyata Guna Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, pada Minggu 21 Juli 2024.

Ketua Pelaksana Pesantren Pemikiran Politik, Iqbal Yanuar Ramadhan, mengatakan kegiatan ini diselenggarakan selama 1 hari dengan mengambil narasumber dari berbagai lingkup profesi.

Baca Juga  Melalui Dongeng, BNNK Depok Sosialisasikan Bahaya Narkotika kepada Anak

“Kita libatkan akademisi, penyelenggara Pemilu, tokoh pemuda, agar memperkuat analisis sosial politik bagi para peserta,” Terang Iqbal kepada Media, Minggu 21 Juli 2024.

Adapun peserta, lanjut dia, terdiri dari para pemuda dan pemudi yang tersebar di setiap perwakilan kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat.

“Pemuda merupakan penerus generasi, hal ini sejalan dengan tema kegiatan yakni selamatkan satu generasi, ucapkan selamat datang pada perubahan positif,” Jelasnya.

Baca Juga  Siswi Kelas 3 SDIT Cendekia Purwakarta ini Tahfidz Quran Juzz 30

Sementara, Ketua Yayasan Malela Studi, Dodi Saepudin mengatakan, pengetahuan tentang politik perlu terus ditumbuhkan secara dialektik antara aktor politik, lembaga negara, dan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari substansi demokrasi yang memberikan kedaulatan penuh rakyat atas pemerintahan sebuah negara.

“Keberlanjutan kontrak politik jangka panjang membutuhkan daya kritis masyarakat untuk terus mengingatkan aktor-aktor politik sesudah tahapan pemilu selesai,” bebernya.

Baca Juga  Berstatus Nonaktif, Unpur Masih Berani Buka Perkuliahan

Pada akhirnya, masih kata Dodi, tantangan pendidikan politik juga bertumpu pada keterbukaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendewasaan politik.

“Upaya menguatkan kultur politik yang demokratis tak begitu saja dapat terjadi tanpa peran aktif masyarakat. Tanpa daya kritis dan peran masyarakat, aktor-aktor politik bisa mudah mereduksi pemilu sebagai komodifikasi suara karena subyek yang seharusnya memiliki kesadaran politik belum mencapai titik tersebut,” demikian pungkasnya.