Guardiola: Tanda City Berdiri Sejajar Zaman
Foto : Pep Guardiola
Entah sejak kapan Anda jadi pendukung Manchester City. Tapi, jika Anda sudah menggemari City sejak zaman Shaun Goater –atau bahkan sebelum itu, berbahagialah. Sesekali tengoklah ke belakang. Betapa jauh jalan yang sudah ditempuh.
Maafkan kata-kata saya… tetapi jauh sebelum ini, City hanyalah tim kelas dua di Manchester. Bagaimana mereka berangkat dari tim kelas dua, menjadi salah satu raksasa di Premier League (dan berniat menjadi salah satu raksasa di Eropa) adalah cerita ala Cinderella; dulu berkubang di loteng penuh debu, lalu tiba-tiba datang peri penolong, dan berakhir menjadi istri pangeran.
Mereka yang lahir dan tumbuh besar di Manchester, lalu mendukung City sejak entah kapan, bolehlah mengklaim bahwa ini adalah sejumput keadilan. Keadilan yang tidak disangka-sangka.
Well, pandangan skeptis memang tidak bisa dielakkan. Menyebut City besar karena gelontoran uang tidak sepenuhnya salah. Tapi, gelontoran uang tanpa perancanaan yang matang juga tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Katakanlah Anda mendapatkan modal berlimpah, tapi tidak punya perencanaan matang dan insting bisnis yang kuat, bisakah usaha Anda sukses? Kemungkinan besar tidak.
Di sinilah City patut dipuji. Mereka tahu bagaimana menggunakan uang tersebut dengan baik. Sadar bahwa mereka tidak akan bisa mengejar catatan sejarah klub-klub besar Inggris lainnya, mereka memilih jalan lain. Alih-alih mengejar waktu-waktu yang sudah hilang bernama sejarah, City memilih untuk berdiri menyejajarkan diri dengan zaman.
Waktu yang sudah lewat tak bisa lagi diulang. Tapi, zaman terus berkembang. Dengan menyejajarkan diri dengan zaman, City akan terus berada dalam pusaran waktu, terbawa entah sampai ke mana zaman melaju.
Anggaplah City sebagai sebuah brand –sebuah brand yang baru muncul–, yang mereka butuhkan adalah sebuah statemen besar untuk menggaet awareness. Pembelian sejumlah pemain mahal beberapa tahun lalu adalah statement besar itu, membuat City mau tidak mau jadi dikomentari sana-sini. Pemain-pemain mahal itu –David Silva, Yaya Toure, Sergio Aguero, Vincent Kompany–, di kemudian hari menjadi tulang punggung tim. (detik/red)