Focus Group Discussion Polres Purwakarta Cegah Kenakalan dan Kekerasan Remaja Pelajar
Foto : Ratusan guru tingkat SD SLTP SLTA UPTD mengikuti Focus Group Discution (FGD) untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja di kalangan pelajar, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Ratusan guru tingkat sekolah dasar (SD), lanjutan tingkat pertama (SLTP), sekolah lanjutan tingkat akhir (SLTA) beserta perangkat unit pembantu teknis dinas (UPTD) mengikuti Focus Group Discution (FGD) yang digelar oleh Polres Purwakarta, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora), dan Badan Keluarga Berencana Perlindungan Ibu dan Anak di Bale Citra Resmi Purwakarta, Rabu (27/1/2016).
Grup diskusi ini dilaksanakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja di kalangan pelajar, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di wilayah hukum Polres Purwakarta. Dalam diskusi tersebut, lebih ditekankan seputar penjabaran Peraturan Bupati (Perbup) No 69 Tahun 2015 tentang Nilai Dasar Pendidikan Berkarakter.
Kabid Dikmen Disdikpora Purwakarta Diaudin yang hadir sebagai pembicara menjelaskan, pihak gurus diperkenankan menjabarkan nilai pendidikan karakter tanpa rasa kaku. Termasuk dalam memberikan sanksi, sebagaimana tertuang dalam tata tertib (Tartib) pendidikan berkarakter. Namun, guru dipesankan tidak mengarah pada kekerasan fisik saat memberikan sanksi. Sanksi diberikan, mesti hukuman yang mengandung pembelajaran.
“Guru sebagai tenaga pengajar diperkenankan mendidik anak tanpa rasa kaku, selama itu tidak keluar dari nilai-nilai akademik, hukum, khususnya hak asasi manusia (HAM). Dengan demikian, kenakalan remaja dan pelajar itu harus dicegah jangan sampai terjadi. Saat terjadi, sekolah memberikan sanksi pembelajaran,” jelas Kabid Dikmen Diaudin, dalam paparan diskusinya.
Sementara Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan (PP) BKBPIA Purwakarta Dra Amalia Sukandar MM menilai, kenakalan remaja berawal dari sikap mencontoh dari kebiasaan lingkungan sekitar. Untuk permasalahan pelecehan seksual terhadap anak, yang mesti ditindak adalah pelakunya bukan korbannya. Anaks selaku korban harus dilindungi sisi psikologisnya.
“Anak harus mendapatkan perlindungan. Sekolah, orang tua, polisi, harus sama-sama melindungi masa depan anak. Saat terjadi pelecehan seksual menimpa anak, yang mesti didapatkan adalah pengobatan psikologis, bagaimana anak melupakan kejadian yang telah menimpanya,” terang Amalia.
Sementara Kepala Sekolah Menengah Akhir Negeri (SMAN) 2 Purwakarta Asep Sundu Mulyana SPd MPd menanggapi grup diskusi tersebut sebagai sarana refleksi bagi para pengajar. Khususnya guru kembali dicerahkan bagaimana menjabarkan Perbup pendidikan karakter dan konsep pendidikan Purwakarta istimewa. Selain itu, dalam diskusi ditegaskan bagaiamana upaya memaksimalkan kerja sama antara sekolah dan orang tua.
“Penerapan pendidikan karakter sejauh ini masih menemui kendala di lapangan. Di beberapa hal teknis, tidak semua orang tua merespon baik. Sehingga perlu ada pencerahan dan persamaan persepsi antar sesama unsur pendidik. Semua stakeholder harus mampu menyelesaikan permasalahan pendidikan secara konprehensif,” terang Asep.
Terkait dengan penindakan sanksi bagi kenakalan pelajar, sudah dibahas dalam diskusi jika PGRI pusat dengan Polri sudah menjalin MoU. Dimana, saat terjadi kasus siswa dengan guru dan beranjang pada aduan polisi, penegak hukum mengembalikan ke sekolah untuk diselesaikan.
“Tidak ada kriminalisasi guru. Semua yang dilakukan guru adalah praktik pendidikan. Seberapa jauh upaya pencegahan pelanggaran hukum dunia pendidikan harus bisa dilakukan. Sebagaimana dibahas dalam diskusi, ditambahkan seputar penerapan kedisiplinan dan cara menindak kenakalan pelajar di dalam dan luar sekolah,” pungkas Asep.(dzi)